News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Prahara Partai Golkar

Tantangan Golkar Makin Berat, Ketua Umum Jangan Rangkap Jabatan

Penulis: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lambang Partai Golkar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi senior Golkar Yorrys Raweyai mengharapkan Ketua Umum Partai Golkar yang akan ditentukan dalam Munaslub Partai Golkar mendatang tidak merangkap jabatan.

Dengan tantangan dan permasalahan yang ada, dirinya melihat ketua umum mendatang harus bisa fokus menjalankan tugasnya tanpa dibebani  dengan tugas lainnya.

“Setiap kader Golkar berhak mencalonkan diri jadi ketua umum, yang tidak boleh  itu kalau orang luar mau jadi ketua umum. Namun demikian saya perlu mengingatkan bahwa Golkar membutuhkan pemimpin yang full time karena tantangan dan masalah  yang dihadapin Golkar kedepannya tentunya membutuhkan orang yang fokus dan tidak terbagi waktunya dengan tugas-tugas lainnya,” ujar Yorrys Raweyai ketika dihubungi, Jumat (11/3/2016).

Namun Yorrys mengelak menjawab apakah keinginannya itu karena keputusan Partai Golkar yang akan bergabung dalam pemerintahan sementara Presiden Jokowi sendiri tidak menginginkan bahwa ketua-ketua umum partai-partai pendukungnya tidak merangkap jabatan.

“Kalau untuk itu nanti diputuskan dalam sidang-sidang di munaslub. Orang luar tidak bisa intervensi keputusan Partai Golkar.Yang jelas siapapun yang terpilih tentunya adalah orang yang memiliki komitmen untuk membesarkan Partai Golkar,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna mengatakan bahwa Presiden Jokowi akan melanggar komitmennya bahwa ketua umum partai pendukungnya tidak boleh merangkap jabatan jika nanti PAN atau Partai Golkar yang dalam munaslubnya memilih  ketua umum yang sudah memiliki jabatan publik.

“Jokowi itu memiliki komitmen di awal pemerintahannya bahwa ketua umum tidak boleh rangkap jabatan. Sehingga ketua umum-ketua umum partai yang tergabung dalam KIH seperti Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh, Ketua Umum Hanura Wiranto tidak mendapatkan jabatan apa-apa. Kalau untuk PDIP, kan tidak mungkin Megawati jadi anak buah Jokowi di pemerintahan, tapi kan pengurus-pengurus PDIP lainnya yang jadi menteri, seperti Puan Maharani harus melepaskan jabatan partainya,” ujarnya.

Kalau PAN dan Golkar nantinya dinahkodai kader yang sudah memiliki jabatan publik, dan masuk pemerintahan Jokowi tanpa melepaskan salah satu jabatannya, maka tentu akan membuat iri ketua umum-ketua umum maupun pengurus partai KIH lainnya.

”Kalau Golkar misalnya dipimpin oleh Ade Komarudin yang sekarang ketua DPR, apa ketua umum partai KIH atau Puan Maharani mau menerimanya?,” katanya.

KIH tentunya tidak akan terima karena baik Golkar maupun PAN yang tergabung dalam KMP sebelumnya sudah menyapu bersih kursi pimpinan DPR dan alat kelengkapan dan kalau bergabung masih akan mendapatkan kursi menteri.

”Kalau PAN dan Golkar masuk dan ketua umumnya rangkap jabatan, ini kekalahan telak bagi KIH  karena PAN dan Golkar sudah mendapatkan banyak kursi di DPR, ketua umumnya rangkap jabatan dan akan dapat jatah menteri juga,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini