Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (cadewas KPK) Benny Mamoto, mengusulkan operasi tangkap tangan (OTT) perlu diatur undang-undang.
Sebab menurutnya, OTT kerap menuai komentar beragam.
Hal itu disampaikannya dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test Calon Dewan Pengawas KPK, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
"Maka, dalam hal OTT KPK menurut kami juga perlu satu aturan yang dibuat atau payung hukum. Sehingga, nanti tidak dipermasalahkan," kata Benny.
Benny mengatakan, OTT dilakukan ketika KPK sudah mengetahui adanya penyalahgunaan.
Namun, berkembang pendapat, KPK pada saat bersamaan justru tidak melakukan pencegahan tindak pidana.
"Kenapa muncul perdebatan? Ketika KPK sudah mendeteksi adanya tindak pidana, tapi dibiarkan tidak melapor, tidak mencegah.
Padahal, dalam pengertian pemberantasan itu diawali dari mencegah. Nah, ini satu hal yang menurut kami menarik untuk didiskusikan dan nanti dibahas," ujarnya.
Baca juga: ICW: Pernyataan Capim KPK Johanis Tanak Ingin Hapus OTT untuk Ambil Hati DPR
Lebih lanjut Benny menyebut, OTT KPK sejatinya mirip cara penyidik tindak pidana narkotika saat melakukan penangkapan.
Sementara itu, langkah-langkah penyidik tindak pidana narkotika sudah dijamin dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
"Jadi, kalau ada perdebatan tentang OTT itu masuk tangkap tangan atau tidak, saya ingin sampaikan di Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, penyidik narkotika diberikan kewenangan khusus yang tidak ada di tindak pidana lain," tandasnya.
Baca juga: Dua Abang Jago Pengeroyok Sopir Taksi Online di Tol Dalam Kota Kebon Jeruk Tertangkap
Diketahui, operasi tangkap tangan atau OTT pihak KPK telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 jucto Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di antaranya ditafsirkan hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan peradilan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.