TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisaris PT Mobile 8 Telecom, Hary Tanoesoedibjo yang menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kejaksaan Agung selama sekitar lima jam hingga 20.20 WIB, mengaku lebih banyak menjawab tidak tahu.
Hary menyebutkan jaksa penyidik menanyakan 33 pertanyaan kepadanya, tapi terkait substansi perkara hanya belasan.
"Pemeriksaan banyak ngobrol dan banyak jawaban tidak tahu. Lamanya itu mengetiknya. Nama, alamat, anak, istri, saudara. Perusahaan MNC banyak satu-satu. Substansi sendiri hanya belasan," kata Hary usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Dia menyatakan sebagai komisaris, dirinya tidak dapat mengetahui setiap transaksi dan tindakan unit usaha miliknya.
"Tidak mungkin saya tahu setiap operasinya," katanya.
Sebelumnya, Hary Tanoesoedibjo telah dipanggil Kejaksaan Agung pada Kamis (10/3/2016) silam. Namun, tidak hadir dengan dalih tengah berada di luar kota.
Keterlibatan Hary Tanoesoedibjo dalam kasus ini, membuat ketegangan antara Ketua Umum Perindo itu dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo serta anak buahnya, Kasubdit Penyidikan Tipikor Jampidsus, Yulianto.
Keduanya saling lapor ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Yulianto menuding Bos MNC Group itu menggunakan medianya untuk membuat citranya buruk. Sedangkan Hary Tanoe yang yakin tidak terlibat dugaan korupsi PT Mobile 8, menyebut Yulianto mencemarkan namanya melalui pelaporannya dan keterangannya.
Kasus dugaan korupsi PT Mobile 8 bermula saat Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif yang dilakukan dengan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.
Transaksi sebesar Rp 80 miliar ini menjadi dasar permohonan restritusi (ganti rugi) pajak yang diajukan perusahaan jaringan selular itu.
Menurut Ketua Tim Penyidik dugaan korupsi PT. Mobile 8, Ali Nurudin, PT. Jaya Nusantara sebenarnya tidak mampu untuk membeli barang dan jasa telekomunikasi milik PT. Mobile 8. Transaksi pun direkayasa, seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.
Permohonan restitusi tersebut dikabulkan Kantor Pelayanan Pajak dan masuk ke bursa pada 2009. Meski bukti transaksi yang menjadi persyaratan palsu.