News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Program Pencegahan Terorisme Masih di Tingkat Elit

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENANGKAPAN TERDUGA TERORIS - Personel Densus 88 Anti Teror membawa terduga teroris naik bus untuk dipindahkan ke Jakarta di Markas Brimob Polda Jatim Detasemen B Pelopor Ampeldento, Malang, Rabu (2/3/2016).. Densus 88 Anti Teror menangkap dua terduga teroris jaringan Romli Cs yang bersembunyi di lereng Gunung Semeru. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO

TRIBUNNEWS, JAKARTA - Peneliti terorisme dan intelijen, Wawan H. Purwanto menilai Program Pencegahan Terorisme Masih di Tingkat Elit, meskipun seluruh lapisan bangsa sepakat tentang bahaya yang ditimbulkan radikalisme dan terorisme.

Dalam seminar “Radikalisme dan Terorisme” yang digelar Universitas Darma Persada, pekan lalu, Wawan menilai persoalan radikalisme dan terorisme masih di tingkat elit disebabkan perhatian pemerintah dalam mendukung program deradikalisasi belum maksimal ditambah pemahaman masyarakat yang keliru.

Seminar sehari tersebut juga dihadiri Komisaris Besar (Kombes) Hamli dari Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri, Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany dan Ustad Abdurrahman Ayyub, mantan kombatan perang Afghanistan generasi pertama.

“Belum maksimalnya sosialisasi kelembagaan dan sosialisasi program radikalisme dan terorisme ke ke dalam diri aparat Pemerintah sendiri menyebabkan program-program radikalisme dan terorisme tidak berjalan, bahkan cenderung hanya di tingkat elit,” tuturnya.

Dia mencontohkan beberapa fakta antara lain belum berjalannya institusi pusat deradikalisasi yang berada di Sentul, Jawa Barat dan belum adanya kerjasama antar Kementerian dan Lembaga Negara yang maksimal.

“Kerjasama yang ada saat ini baru sekadar kerjasama, belum sampai tingkat koordinasi antar lembaga. Selain itu harus diakui sumber daya manusia belum mencukupi dalam menjalankan program deradikalisasi,” paparnya.

Akibatnya, lanjut Wawan, banyak pihak yang menyangka bahwa deradikalisasi merupakan program pesanan dari Barat dan ada kesan masyarakat yang menuding bahwa deradikalisasi adalah deIslamisasi, adu domba atau upaya pendangkalan akidah.

Persepsi negatif masyarakat tersebut muncul akibat adanya salah kaprah terhadap upaya deradikalisasi dan ketidakpahaman sebagian masyarakat tentang program yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah, namun mereka simpulkan sendiri.

Selain itu, menurut Wawan hal terpenting yang selama ini kerap dikesampingkan adalah pelibatan kelompok moderat belum sesuai harapan. Sehingga upaya Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) untuk mengundang 70 negara Muslim sedunia di Jakarta pada Mei mendatang perlu didukung sebab ini menjadi salah satu upaya kontra radikal.

Senada dengan Wawan, Kombes Hamli dari Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri menegaskan seharusnya keterlibatan semua pihak mulai dari jajaran pemerintah, Kementerian dan Lembaga hingga jajaran swasta tidak terkecuali harus mendukung upaya yang direncanakan dan akan diwujudkan dalam menanggulangi terorisme.

Sampai saat ini pemahaman masyarakat terhadap penanggulangan terorisme masih minim, tidak sedikit pihak yang masih beranggapan bahwa radikalisme dan terorisme hanya musuh TNI dan POLRI.

Sebagian besar, lanjutnya, masyarakat seolah lepas tangan dan bersikap skeptis menyikapi bahaya yang ditimbulkan gerakan radikal dan aksi terorisme. Masyarakat baru bersuara ketika terjadi aksi terorisme ataupun penindakan oleh aparat.

“Padahal aparat keamanan, dalam hal penindakan adalah upaya terakhir dari Polri setelah upaya pencegahan dan pembinaan tidak berhasil. Patut disadari jumlah polisi masih belum sebanding dengan jumlah masyarakat.”

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini