TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR) Sunanto menilai pembangunan perpustakaan terbesar di Asia Tenggara belum mendesak dilakukan DPR RI.
Menurut Sunanto, masih banyak prioritas pembangunan dan program yang harusnya didorong DPR ketimbang pembangunan perpustakaan DPR.
"Seharusnya ada prioritas mendesak tentang anggaran dari sekedar pembangunan perpustakaan. Walau penting perpustakaan itu penting tapi tidak harus mendesak saat ini," ujarnya kepada Tribun, Senin (28/3/2016).
Karena itu dia mempertanyakan keputusan DPR mau membangun perpustakaan terbesar di Asi Tenggara.
"Entah apa yang dipikirkan DPR, apakah ini bagian dari ungensi kepentingan yang mendesak atau tidak," katanya.
Memang kalau hanya melihat dari sisi perlu, ya adanya sebuah perpustakaan yang lengkap itu diperlukan.
"Tapi ada yanng lebih penting yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas kebijakannya serta perbaikan ekonomi masyarakatnya itu lebih penting," cetusnya.
Wacana pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara muncul setelah Ketua DPR Ade Komarudin menerima sejumlah cendekiawan dan budayawan di Kompleks Parlemen, Selasa (22/3/2016).
Ade Komarudin meyakini bahwa kebijakan moratorium pembangunan gedung baru tidak akan berlaku untuk proyek gedung baru DPR.
Urusan anggaran tidak menjadi masalah karena, menurut dia, DPR dapat memodifikasi anggaran pembangunan gedung baru sebesar Rp 570 miliar yang sudah dialokasikan di APBN 2016.
Gedung baru itu direncanakan terdiri dari perpustakaan umum terbesar se-Asia Tenggara serta ruang kerja bagi anggota DPR dan tenaga ahli.
Ada sekitar 600.000 koleksi buku yang akan disimpan di perpustakaan tersebut. Itu akan melebihi perpustakaan terbesar di Asia Tenggara saat ini, National Library of Singapore, yang memiliki 500.000 koleksi buku.