TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan, rencana pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara, medesak dan sangat dibutuhkan oleh DPR.
Rencana ini sebelumnya mengemuka pasca Ketua DPR bertemu dengan cendikiawan dan budayawan, pada Selasa (22/3) lalu.
Ketua DPR Ade Komaruddin menjelaskan, anggaran terkait rencana ini dapat memodifikasi anggaran pembangunan gedung baru sebesar Rp 570 miliar yang sudah dialokasikan di APBN 2016.
Gedung baru DPR itu direncanakan terdiri dari perpustakaan umum terbesar se-Asia Tenggara serta ruang kerja bagi anggota DPR dan tenaga ahli.
Direncanakan, terdapat sekitar 600.000 koleksi buku yang akan disimpan di perpustakaan tersebut.
Pekan depan, seusai DPR mengakhiri masa reses, Ade berencana membicarakan pembangunan perpustakaan ini dengan semua pihak yang berkepentingan di DPR, seperti Kesetjenan DPR, Badan Urusan Rumah Tangga DPR, dan perwakilan 10 fraksi.
Ia yakin, kebijakan moratorium pembangunan gedung baru tidak akan berlaku untuk proyek gedung baru DPR.
Ditegaskan kembali, urusan anggaran tidak menjadi masalah karena, menurut dia, DPR dapat memodifikasi anggaran pembangunan gedung baru sebesar Rp 570 miliar yang sudah dialokasikan di APBN 2016.
Pernyataan Ade diamini oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Ia menilai, perpustakaan yang saat ini dimiliki DPR tidak lagi memadai untuk menunjang kinerja anggota Dewan.
"Perpustakaan yang lama ada, tapi levelnya mirip perpustakaan ketua RT. Saat ini kondisinya tidak layak. Bukunya diikat di bawah numpuk. Buku yang diterbitkan anggota DPR tidak ada tempatnya," kata Fahri.
Fahri mengingatkan, pembangunan perpustakaan adalah rencana lama yang termasuk dalam tujuh proyek yang diwacanakan DPR. Rencana ini sudah disetujui paripurna dan akan dianggarkan secara tahun jamak dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Silang pendapat terkait rencana ini terjadi sesama anggota DPR. Anggota Fraksi Partai Gerindra di DPR misalnya. Ia berharap, DPR tidak perlu memaksakan pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara. Meskipun, ia mengakui DPR membutuhkan perpustakaan.
"Itu kebutuhan keperluan tapi jangan sekarang. Negara defisit hampir Rp30 Triliun. DPR jangan ngotot. Library segede apapun perlu. Itu jadi kebutuhan. Tapi ditahan dulu toh tidak prioritas," kata Muzani.
Muzani mengingatkan kesibukkan anggota dewan sangat padat. Untuk itu, ia melihat pembangunan perpustakaan tidak mendesak. Hal yang sama, Muzani ungkapkan terkait ruang kerja anggota dewan yang kecil.