"Ruang kerja DPR kecil iya. Tapi kebutuhan tidak mendesak. Belilah buku, toko buku di sana. Pinjam. Bisa online. Bahwa itu perlu saya setuju," tutur Anggota Komisi I DPR itu.
Ia menilai pembangunan gedung serta perpustakaan dapat ditunda. Apalagi, anggaran sedang mengalami defisit. "Kalau pemerintah mau tunda karena itu, sudah benar. Tapi tidak boleh dihapuskan. Bagu juga untuk peningkatan kualitas," ujarnya.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengkiritik rencana DPR untuk membangun pembangunan perpustakaan yang sedianya bisa menyimpan sekitar 600.000 koleksi buku di perpustakaan tersebut.
Di era teknologi yang kini dapat dinikmati perkembangannya, menurut Agus adalah sia-sia dan mubazir pembangunan perpustakaan.
Menurut pengamat ini, jauh lebih efisien lagi efektif jika yang dipilih adalah perpustakaan digital yang kini dikembangkan di banyak lembaga dan negara di dunia.
"Ngapain buat bangunan besar-bangunan. Perpustakaannya digital saja. Murah dan modern," kritiknya.
Dengan bangunan baru khusus untuk perpustakaan, menurutnya juga tidak akan banyak manfaatnya. Bahkan penggunaan dan kunjungan wakil rakyat pun tak akan signifikan ke perpustaakn itu. "Kayak DPR punya waktu aja ke perpus. Publik biar dilayani oleh Perpusnas saja bukan DPR," sindir Agus.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berharap pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara oleh DPR hendaknya tidak menjadi prioritas.
Sebab, prioritas utama para anggota dewan adalah meningkatkan kinerja untuk meraih kepercayaan publik.
"Terkait dengan prioritas DPR yaitu kinerjanya. Kepercayaan publik melalui kinerja yang meningkat," kata Hidayat. (tribun/fer/ikg/mal)