Tribunnews.com, JAKARTA - Persamuhan petinggi PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno (DPA) dengan dengan Marudut (MRD) di toilet hotel berbuah petaka.
Keduanya dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai serah terima uang dugaan suap senilai 148.835 dollar AS atau setara Rp 1.934.855.000 (kurs 1 dollar AS = Rp 13.000).
Operasi tangkap tangan tersebut terjadi di lantai satu hotel yang berada di bilangan Cawang, Jakarta Timur, Kamis pagi (31/3), sekitar pukul 08.20 Wib. Sebelum menangkap keduanya, KPK terlebih dahulu mengetahui komunikasi antara MRD dan DPA pada Rabu (30/3/2016).
"Pukul 21.00, MRD dan DPA membuat janji untuk bertemu," ucap Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4).
Dandung Pamularno menjabat Senior Manager PT BA. Sedangkan Marudut sebagai pihak swasta. Setelah mencokok keduanya, KPK menangkap Sudi Wantoko (SWA) selaku Direktur Keuangan PT BA di kantornya. Ketiganya kemudian ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Agus mengemukakan, KPK menduga uang itu diserahkan untuk menyelesaikan kasus PT BA yang saat ini ada di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Untuk menangani kasus ini, KPK bekerja sama dengan Kejaksaan Agung. KPK juga telah memeriksa dua saksi dari Kejati DKI. Mereka adalah Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu. Mereka diperiksa penyidik KPK pada Kamis malam, dan selesai diperiksa pada Jumat subuh.
"Iya (diperiksa) karena mereka memang tahu," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief.
Jaksa Agung Muda Intelijen Adi Toegarisman menyatakan, pihaknya menghormati proses yang dijalankan KPK dan akan mengikuti setiap perkembangannya. Koordinasi pun terus dilakukan berkaitan dengan penanganan perkara ini.
"Kami akan support setiap apa yang diminta KPK. Kami juga akan meminta support kepada KPK ketika kami akan membutuhkan suatu hal berkaitan dengan penanganan perkara ini. Itu intinya," tutur Adi.
Jaksa Agung M. Prasetyo menganggap wajar jika kemudian pejabat Kejati DKI Jakarta turut diperiksa oleh KPK. Bahkan, ia menyarankan agar penyelidiknya pun diperiksa juga supaya kasusnya terang benderang.
"Saya sarankan untuk para jaksa yang melakukan penyelidikan itu diminta keterangan sebagai saksi. Tidak ada yang kita tutupi," ujar Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta.
Prasetyo pun mempersilakan KPK untuk menggeledah kantor Kejati DKI. Ia mengatakan, jika ada pihak kejaksaan yang ternyata terlibat, tentu ada proses hukumnya. Penanganan secara hukum akan ditangani KPK, sementara secara etik akan ditangani jaksa pengawas. Namun, Prasetyo masih menyerahkan kewenangan sepenuhnya kepada KPK.
"Karena ini proses hukum yang dijalani oleh KPK. Tapi sejauh untuk diminta dukungan ya kita akan lakukan," kata Prasetyo.
Hingga saat ini, Prasetyo mengaku belum mendapat laporan dari KPK apakah ada pihak kejaksaan yang terlibat dalam perkara ini. Mantan politikus Partai Nasdem ini menegaskan bahwa tangkap tangan dua petinggi PT BA merupakan hasil kerja sama pihaknya dengan KPK.
Menurut Prasetyo, KPK melihat ada indikasi suap dalam kasus yang ditangani Kejati DKI Jakarts ini. Kemudian, setelah berkoordinasi dengan Kejaksaan, barulah KPK melakukan tangkap tangan.
"Kita semua harus klarifikasi, jaman sekarang kan semua bisa terjadi. Ada penumpang gelap mungkin yang ingin memanfaatkan proses penangan perkara yang sedang dilakukan kejaksaan tinggi," kata Prasetyo.
Perkara Iklan
Kepala Seksi Penerangan (Kasi Penkum) Kejati DKI Jakarta Waluyo mengatakan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tengah menangani perkara PT BA terkait pengadaan iklan. "Tahun 2011 kan ada PT BA itu pengadaan untuk iklan," ujar Waluyo.
Namun demikian, Ia menolak membeberkan lebih rinci terkait perkara yang baru ditangani Kejati DKI selama setengah bulan terakhir itu. Laporan yang diterima Kejati DKI, perusahaan itu diduga tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran. Adapun kerugian yang dilaporkan masih di bawah Rp 10 miliar.
"Yang jelas kami tidak bisa menyampaikan karena masih tahap penyelidikan," kata dia seraya mengatakan, kasus tersebut merupakan limpahan dari Kejaksaan Agung.
"Iya betul, dari Kejagung kemudian dilimpahkan karena ada di sini (Jakarta) locusnya," ujarnya.
Ia menjelaskan, perkara tersebut lebih cocok ditangani Kejati DKI karena skalanya lebih kecil. Saat ini, perkara terkait PT BA masih di tingkat penyelidikan. "Masih lidik, masih jauh (menetapkan tersangka," kata Waluyo.
"Kita yang jelas tidak merespon. Orang mau nyuap, itu haknya dia. Dia minta hentikan, kita tidak mau," tambah Waluyo.
Penyidik KPK bergerak cepat. Mereka menggeledah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jumat (1/4) sore. Rombongan penyidik tiba sekitar pukul 15.10 WIB. Kedatangan tim penyidik KPK diterima oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta M. Rum. Ruangan Rum pun menjadi ruangan yang pertama diperiksa tim penyidik.
Pantau Tribun, tiga koper besar turut dibawa tim penyidik untuk menyita dokumen dan alat bukti. Penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK berkaitan dengan pengembangan kasus dugaan suap ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menghentikan perkara korupsi di PT BA. (kompas.com/tribunnews/eri k sinaga/valdi arief)