TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelahiran Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan berkah besar bagi desa.
Para pejuang desa menyebutnya sebagai kemenangan desa sehingga patut untuk dirayakan.
Koordinator Aliansi Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (APPMI), Asep SB mengatakan, UU Desa berhasil dengan tegas mengatur kedudukan desa di hadapan Negara.
Pertama, dengan asas rekognisi-subsidiaritas UU Desa, negara mengakui dan menghormati eksistensi desa yang telah ada sejak lama dan ikut melahirkan Negara Republik Indonesia.
Kedua, negara memberi mandat kewenangan kepada desa untuk mengatur dan mengurus pembangunan desa sesuai kepentingan masyarakat setempat.
Desa diposisikan sebagai subjek dalam pembangunan. Ketiga, negara melaksanakan redistribusi sumberdaya kepada desa dalam bentuk Dana Desa.
"Gambaran itu menunjukkan bahwa negara memiliki agenda besar mengawal implementasi UU Desa untuk mewujudkan desa yang dicita-citakan UU Desa, yaitu desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis," kata Asep, melalui rilisnya kepada wartawan, Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Menurutnya, agenda implementasi UU Desa yang dijalankan Kemendes tersebut sekurang-kurangnya mencakup beberapa hal.
Salah satunya, penataan desa dan penataan kewenangan desa.
Para pihak yang terkait dengan penataan kewenangan desa harus segera melaksanakan agenda ini, agar desa dapat menyelenggarakan kewenangannya secara efektif.
"Agenda ini meliputi pengukuhan desa adat; menetapkan kewenangan skala lokal desa oleh pemerintah daerah dan desa dan membagi kewenangan yang jelas antara desa dan kabupaten dalam pembangunan kawasan perdesaan," jelasnya.
Menurutnya, mewujudkan desa yang demokratis merupakan agenda penting agar desa dapat melaksanakan pembangunanya secara inklusif.
Sehingga, desa menjadi arena yang demokratis bagi warga desa untuk memperjuangkan kepentingannya dalam pembangunan, sehingga keadilan dapat terwujud bagi rakyat desa.
"Konsolidasi pembangunan, keuangan dan informasi. Negara harus mendorong desa memiliki kemampuan menggali dan mengkonsolidasikan semua sumberdaya yang dimiliki untuk menjawab kebutuhan dan kepentingan masyarakat," jelasnya.
Pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan, lanjut Asep, untuk kesejahteraan desa.
"Agenda ini mencakup dorongan Negara agar desa dapat mengakses, mengelola, memanfaatkan dan atau menguasai sumberdaya alam yang ada di desa dan sekitarnya untuk kesejahteraan masyarakat desa," tegasnya.
Selain itu, lanjut Asep, pengembangan desa sebagai lumbung ekonomi berbasis sumberdaya lokal.
"Penguatan desa sebagai lumbung ekonomi bertujuan untuk menciptakan pilihan dan peluang ekonomi yang lebih banyak bagi warga desa sehingga memperbesar kesempatan mengembangkan penghidupan yang layak di desa," kata Asep.
Fasilitasi dan pemberdayaan. Agenda ini menyangkut kebutuhan desa untuk mendapatkan dukungan pendampingan agar desa dapat menjalankan mandatnya dari UU Desa dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menuju desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis.
Dari peta implementasi UU Desa diatas, kata Asep, jelas bahwa ada agenda besar yang harus dijalankan oleh Negara untuk mewujudkan desa yang dicita-citakan UU Desa.
Pendampingan desa adalah salah satu dari agenda besar tersebut.
Tetapi, pendampingan desa menjadi hal penting, karena dengan pendampingan ini desa diharapkan dapat dengan cepat menyelenggarakan kewenangannya secara mandiri.
"Oleh karena itu, memperhatikan perkembangan polemik soal pendamping desa yang berkepanjangan akhir-akhir ini, kami sebagai pelaku pendampingan desa dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam APPMI menyatakan sikap agar pemerintah melalui Kementerian Desa tidak terganggu oleh kegaduhan akibat polemik seputar pelaku pendampingan desa," tegasnya.