TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota Komisi II DPR, M.Misbakhun, menyatakan revisi terbatas UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) wajib dilaksanakan agar menghasilkan kepemimpinan politik lokal yang kuat dan efektif.
Dan dapat mewujudkan demokratisasi dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Atas dasar itulah, Misbakhun menekankan tujuh catatan penting revisi UU Pilkada. Pertama, menghadirkan regulasi yang kredibel.
Menurutnya, regulasi yang kredibel, dalam arti memenuhi kepentingan substantif, menjangkau segala aspek yang dibutuhkan, memiliki makna tafsir tunggal, dan konsisten, akan memberi sandaran yang kuat dalam menuntun perilaku penyelenggara pemilu.
"Konflik-konflik yang bersumber dari regulasi juga dapat ditekan sedemikian rupa sehingga atas berbagai persoalan yang muncul dalam pemilu dapat diselesaikan oleh regulasi yang ada,” ujar Misbakhun, Senin (18/4/2016).
Kedua, menghasilkan penyelenggara yang profesional dan berintegritas. Menurut Politikus Golkar itu, kunci untuk membangun demokrasi yang berintegritas, adalah penyelenggara pemilihan yang berintegritas dan profesional.
Penyelenggara dituntut memiliki kesadaran yang penuh untuk tunduk kepada prinsip hukum dan etika secara sekaligus dalam penyelenggaraan pemilihan.
Ketiga, melaksanakan proses elektoral yang murah. Hal ini penting karena salah satu tujuan pemilihan kepala daerah secara langsung dan serentak adalah efisiensi anggaran.
Karena itu, harus ada komitmen dari semua pihak agar setiap tahapan dalam pemilihan didesain secara murah.
Keempat, memunculkan partai politik yang responsif. Menurutnya, partai politik sebagai peserta pemilihan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung mau tidak mau harus senantiasa menyesuaikan diri dengan dinamika aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
"Hanya partai politik yang mampu berperilaku adaptiflah yang akan mampu terus berperan dalam kehidupan politik," politikus Partai Golkar dari dari dapil Jawa Timur II ini menegaskan.
Kelima, lanjutnya, melahirkan kandidat yang mumpuni dan aspiratif. Dalam hal ini, dalam merekrut calon kepala/wakil kepala daerah.
Dan parpol harus benar-benar mempertimbangkan kandidat yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas. Jadi, bukan semata-mata karena kemampuan finansialnya sebagaimana kecenderungan yang ada saat ini.
"Fakta bahwa saat ini masyarakat makin cerdas, masyarakat hanya akan memilih figur kandidat yang sesuai aspirasi mereka, yaitu yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas," katanya.
"Memberi kesempatan yang setara dan seluas-luasnya kepada calon Kepala Daerah yang berasal dari Aparatur Sipil Negara, TNI/POLRI, Pegawai BUMN, Anggota DPR, DPD dan DPRD," jelasnya.
Keenam, mewujudkan perilaku politik yang beradab. Bahwa, semua pihak, mulai dari penyelenggara, peserta, kandidat, pendukung, dan pemilih sedapat mungkin menghindari dan meminimalisir.
Dan diharapkan kalau bisa revisi UU bisa menghilangkan praktek-praktek perilaku tidak terpuji dalam pemilihan yang selama ini membuat cacat dan konflik proses dan hasil pemilihan.
Ketujuh, revisi UU harus mengarahkan partisipasi yang rasional. Subatansi revisi harus bisa menyiapkan pemilih menjadi cerdas dalam membuat keputusan memilih.
Berdasarkan preferensi yang rasional, dengan akal sehat bukan karena sentimen primordial, imbalan uang atau materi apapun.
"Pemilih cerdas akan mendorong hanya yang berkualitas yang maju di pencalonan," tegasnya.
"Saya berharap, Perubahan Kedua Undang-Undang ini mampu menjadi jembatan bagi penyelenggaraan local governance yang demokratis dan efektif mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah," Misbakhun menegaskan kembali.