TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Kebijakan Madya Divisi Humas Polri, Kombes Pol Rikwanto, memastikan pekan depan majelis etik bisa mendapatkan kesimpulan terkait sidang etik penanganan terduga teroris Siyono oleh anggota Densus 88 yang digelar sejak dua hari lalu.
Sidang ini masih akan berlangsung hingga pekan depan.
"Minggu depan mudah-mudahan bisa disimpulkan apa yang terjadi dan ditemukan ada atau tidak pelanggaran. Baru bisa disimpulkan setelah pemeriksan selesai," ujar Rikwanto, Rabu (20/4/2016).
Dalam sidang Selasa (19/4/2016) kemarin, majelis etik memanggil ayah Siyono, Marso, kepala desa kediaman Siyono, dan sejumlah anggota Densus 88.
Mereka bersaksi untuk melengkapi berita acara pemeriksaan anggota Densus 88 yang saat itu mengawal Siyono.
"Saat ini kami mendengarkan apa yang dilakukan petugas waktu membawa Siyono sehingga terjadi perkelahian dan meninggal. Proses masih berlangsung dan masing-masing pihak menyampaikan keterangan," kata Rikwanto.
Dalam sidang juga dibeberkan sejumlah alat bukti berupa hasil visum dan CT Scan yang dilakukan dokter Polri.
Selain itu, dilampirkan juga hasil autopsi jenazah Siyono yang dilakukan PP Muhammadiyah.
"Anggota yang mengamankan Siyono kena pukul juga, visum dia juga jadi alat bukti yang digelar," kata Rikwanto.
Hasil visum, CT Scan, dan autopsi jenazah nantinya akan menjadi pertimbangan oleh majelis etik dalam menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran prosedur atau tidak dalam penanganan Siyono oleh anggita Densus 88.
Majelis akan mencocokan hasil tersebut dengan keterangan para saksi.
Di DPR, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menjelaskan kronologis meninggalnya terduga teroris Siyono.
Kejadian itu bermula saat Densus 88 Antiteror melakukan penangkapan terhadap Siyono alias Afif alias Asri, pada bulan Maret, hari Selasa (8/3/2016), sekitar pukul 18.00 WIB.
Siyono merupakan Qoid Toliah atau Panglima Askari.
Badrodin menuturkan tim melakukan pengembangan dengan membawa Siyono ke Terminal Besa, Selogiri, Wonogiri pada Kamis 10 Maret 2016 sekitar pukul 8.30 WIB.