Fahri mengatakan bahwa keinginannya bertemu SBY itu untuk ingin bersilaturahim.
"Saya sama Presiden SBY tetangga. Kita bilang presiden karena tidak ada mantan presiden," kata Fahri ketika ditanya soal kemungkinan bergabung ke Demokrat.
Sementara Syarif Hasan mengaku belum bisa menyampaikan keinginan Fahri itu karena SBY mempunyai berbagai kesibukan. Pertemuan dengan Fahri bukan prioritas utama.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini menjelaskan, sebenarnya SBY yang dijadwalkan untuk hadir dan berpidato dalam forum internasional yang dihadiri pemimpin parpol dari Asia, Afrika dan Amerika Latin (kemarin--red). Namun SBY tidak bisa menghadirinya karena ada agenda lain.
Akhirnya Syarief-lah yang diutus berpidato dalam acara tersebut.
"Untuk hadir di acara ICAPP saja (SBY) tidak sempat," kata anggota Komisi I DPR itu.
Kendati demikian, Syarief akan tetap menyampaikan ke SBY soal keinginan Fahri untuk bertemu. SBY pun akan meluangkan waktunya untuk bertemu Fahri yang kini dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Syarif pun hanya menjawab secara normatif saat ditanya apakah Fahri mempunyai peluang untu bergabung ke Demokrat. Menurut dia, seluruh rakyat Indonesia mempunyai peluang untuk bergabung dengan Partai Demokrat.
SBY-Jokowi
Minggu (17/4/2016) lalu, Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai, kepemimpinan Joko Widodo masih lebih baik dibandingkan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Jangan sebut-sebut dia (SBY). Dia enggak sebanding dengan Jokowi. Itu menurut saya," ujar dia di Kantor Saiful Mujani Research and Consulting, Menteng.
Hal pertama dalam hal pembangunan infrastruktur. Belum dua tahun menjabat sebagai presiden, Jokowi dinilai sudah mengebut proyek infrastruktur di pelosok Indonesia.
"Sepuluh tahun, dia (SBY) enggak ngapa-ngapain. Ya coba, berapa jalan tol yang dia bangun? Ya dia memang hebat, gagah, santun. Tapi enggaklah, ya," ujar Kristiadi.
Kedua, soal kepemimpinan politik. Menurut dia, meski SBY pemimpin partai politik serta memiliki rekan koalisi banyak, dia tak mampu mengontrol kinerja lembaga legislatif.
"Politik apa? 75 persen DPR juga enggak bisa ngapa-ngapain," lanjut dia.
Hanya, Jokowi masih perlu diuji dalam hal politik. Perombakan posisi menteri adalah indikatornya.
"Apakah dalam kepemimpinan politik Jokowi ini dia bisa ambil orang partai, tetapi yang memenuhi kriteria, jangan asal?" ujar Kristiadi.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting, masyarakat Indonesia pada umumnya memberikan penilaian positif terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo di bidang ekonomi.