TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kandidat Calon Ketua Umum Partai Golkar, Indra Bambang Utoyo, menilai bahwa iuran Rp 1 miliar untuk Munaslub akan membawa preseden buruk bagi partai berlambang pohon beringin tersebut.
Menurutnya, bukan tidak mungkin bagi jajaran pengurus dibawahnya untuk mengikuti jejak tersebut.
"Ini untuk Munaslub saja bayar, bagaimana nanti untuk pemilihan DPD? Mereka juga pasti akan sama seperti ini dan iuran juga. Ini akan jadi preseden buruk," ujar Indra ketika ditemui di kawasan Kemang, Jakarta, Jumat (6/5/2016)
Indra menegaskan dirinya menolak membayar Rp 1 miliar bukan berarti tidak mampu namun karena dia menyikapi bahwa iuran itu tidak benar.
Apalagi diterapkan sebagai syarat wajib pencalonan.
Padahal, kata Indra, selama ini DPP Partai Golkar mempunyai dana untuk menyelenggarakan acara-acara partai. Sehingga tidak perlu lagi untuk meminta iuran dari para calon ketua umum partai.
Bukan hanya itu, dia menilai bahwa panitia Munaslub telah membuat penafsiran yang salah atas pasal 37 AD/ART Partai tentang keuangan.
Menurut ketua DPP Golkar hasil Munas Bali itu, dana yang didapat oleh partai merupakan dana sumbangan yang tidak mengikat.
"Namanya sumbangan itu tidak mengikat, kalau sebagai syarat, berarti kan ini wajib," tambahnya.
Sementara itu, Politisi Muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia sepakati putusan Komite Etik Munaslub Partai Golkar yang tidak memberlakukan iuran sebesar Rp 1 miliar untuk para bakal calon ketua umum Partai Golkar.
Menurutnya, Munaslub seharusnya menjauhkan proses pengambilan kebijakan partai dr hal-hal yg berbau uang dan transaksional.
"Dengan adanya kebijakan setoran, itu artinya sama saja dengan melegalkan berkembangnya budaya uang dan transaksional, yang selama ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dijadikan sebagai kebiasaan terbuka," tulisnya dalam pesan singkat, Jakarta, Kamis (5/5/2016).-