"Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk memberikan waktu 30 hari melakukan pergantian, jika salah satu calon meninggal dunia pada waktu 29 hari sebelum pemilihan," katanya.
Mengenai peningkatan verifikasi kualitas calon perseorangan, Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk dilakukan verifikasi faktual dengan metode sensus melalui langkah menemui pendukung pasangan calon.
"Tentang pengaturan lebih lengkap tindak pidana menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara dan/atau pemilih, Komisi II dan Pemerintah menyepakati jika terpenuhi unsur-unsur memberikan uang atau materi lainnya dikenai pidana penjara dan/atau pidana denda. Jika calon melakukan tindak pidana semacam ini, maka dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon," jelas Rambe.
Rambe juga mengatakan Komisi II dan Pemerintah menyepakatinya untuk memberikan kewenangan untuk menerima, memeriksa dan memutus terkait tindak pidana menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara dan atau pemilih. "Upaya hukum ini dimulai dari Bawaslu Provinsi ke Bawaslu hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA)," imbuhnya.
Selain itu, Komisi II dan Pemerintah menyepakati bahwa kampanye adalah wujud pendidikan politik bagi masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Terkait metode kampanye yang semula didanai oleh APBD dialihkan ke pasangan calon atau partai politik untuk pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dan dapat melakukan penyebaran bahan kampanye, dan pemasangan alat peraga. "Adapun mengenai dana kampanye ditambahkan norma bahwa dana kampanye dapat diperoleh dari sumbangan pasangan calon dan Partai Politik," imbuhnya.
Komisi II dan Pemerintah juga menyepakati bahwa pejabat negara, pejabat ASN, anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, serta dilarang melakukan penggantian pejabat. "Terkait dua hal tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota," kata Rambe.
Lalu, Komisi II dan Pemerintah menyepakati Pemerintah Daerah bertanggung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.
Tentang perbaikan pengaturan terkait penanganan pelanggaran Pilkada, Rambe mengungkapkan Komisi II dan Pemerintah menyepakati bahwa untuk tindak pidana Pilkada perlu dilakukan penguatan fungsi sentra Gakkumdu yang mengikutsertakan peran penyidik Kepolisian dan mempersingkat alur penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilihan.
Terkait sengketa Tata Usaha Negara pemilihan dimulai dari upaya hukum secara berjenjang yang dimulai dari Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota ke Bawaslu hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
"Khusus yang menyangkut perselisihan hasil, diubah dengan menggunakan acuan total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir," katanya.
Sedangkan terhadap pelanggaran pemilihan berupa politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif dikenakan sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon, dengan tidak menggugurkan proses pidana.
"Terkait sanksi administrasi pembatalan calon tersebut, diberikan wewenang kepada Bawaslu Provinsi untuk menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran pemilihan, yang kemudian ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam Surat Keputusan berupa sanksi pembatalan pasangan calon, yang dapat dilakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung yang putusannya bersifat final dan mengikat," kata Rambe.
Komisi II dan Pemerintah, lanjutnya juga menyepakati tentang pelantikan pasangan calon terpilih, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dapat melantik Bupati, Wakil Bupati, serta Walikota, dan Wakil Walikota secara serentak.