"Mereka adalah jangkar perubahan berbasis modal solidaritas sosial. Kami menilai mereka layak diganjar dengan Maarif Award 2016 ini", tutur Endy Bayuni.
Profil Penerima Award
Rudi Fofid adalah seorang penyintas dari konflik kekerasan di Ambon yang meyakini bahwa perdamaian adalah jalan hidup.
Ia adalah penyintas yang meyakini siapapun yang telah membunuh Ayah dan Kakak perempuannya adalah korban, sama seperti dirinya.
Baginya, membangun Ambon yang damai adalah obat untuk semua korban.
“Kini, Rudi bersama dengan anak-anak muda di Ambon, dengan beragam aktifitas dari sastra hingga music hip-hop bersama-sama mengabarkan perdamaian di Ambon, “ kata Endy Bayuni
Kedua adalah Budiman Maliki. Ia seorang individu pejuang hak dasar layanan masyarakat Poso.
Seorang aktivis yang rela tak mengambil gajinya demi menutupi biaya operasional kantor, sementara ekonomi rumah tangganya ia tutupi dengan berjualan atau menitipkan es lilin dari warung ke warung di pagi hari.
Seorang aktivis yang konsisten merawat jalan sunyi meskipun rekan-rekan seangkatannya sudah beralih profesi menjadi kontraktor, PNS bahkan politisi.
Satu hal yang sulit di daerah pascakonflik.
Ketiga adalah Mosintuwu Institute.
Lembaga ini dinilai mampu mentransformasikan kekuatan perempuan menjadi gerakan pembaruan di Poso.
“Mosintuwu adalah bukti bahwa perempuan-perempuan penyintas konflik Poso mampu menjembatani konflik, mengurai dendam dan memahami perbedaan untuk kemudian bersama membangun Tana Poso melalui desa", pungkas Endy.
Maarif Award 2016 ini merupakan penyelenggaraan ke-6 sejak diadakan tahun 2007, 2008, 2010, 2012 dan 2014.
Dari lima kali penyelenggaraan itu, terdapat sebelas penerima award yang tersebar di pelbagai daerah seperti Ambon, Lombok, Salatiga, Padang, Magelang, Cilacap, Medan, Semarang, Blitar, dan Poso.
Proses pencarian penerima tahun ini memakan waktu empat bulan lamanya sejak diumumkan ke publik pada awal Januari lalu.