TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Tito Karnvian menolak usulan pembentukan Dewan Pengawas Detasemen Khusus 88 Antiteror.
Hal ini disampaikan Tito saat menjawab pertanyaan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon Kapolri di Komisi III Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/6).
"Saya tidak setuju kalau dibentuk Dewan Pengawas untuk Densus 88," kata Tito yang juga mantan Kepala Densus 88.
Menurut Tito, sejauh ini sudah ada beberapa pihak yang mengawasi cara kerja petugas Densus 88.
Di antaranya Komnas HAM, Divisi Propam Polri, Itwasum Polri, Kompolnas, Komisi III hingga media.
Bahkan, BNPT telah mengundang pihak Komnas HAM untuk memberikan materi kepada para pejabat dan petugas Densus 88 hingga Brimob yang biasa kerap dimintakan bantuan.
Selain itu, lanjut Tito, tidak perlunya dibentuka Dewan Pengawas untuk Densus 88 juga karena untuk menghemat atau efisiensi APBN.
Sebelumnya, sejumlah anggota Komisi III mencecar Tito selalu calon Kapolri tentang cara represif anggota Densus 88 dalam menangani kelompok terduga teroris.
Sejauh ini, sudah 121 terduga teroris tewas di tangan Densus 88 saat proses penangkapan dan sebelum diadili.
Dan yang paling terkini, adalah kasus tewasnya terduga teroris, Siyono, setelah ditangkap dan dibawa anggota Densus 88.
Tito menegaskan, Polri dalam penanganan kasus terorisme mengedepankan penegakan hukum di-cover dengan intelijensi dan militer.
Saat ini, tidak bisa anggota Densus 88 mengedepankan aspek humanis saat berhadapan dengan kelompok teror yang membawa bom. Apalagi, kebanyakan pelaku teror memang sengaja menginginkan mati dengan cara bom bunuh diri.
Ia menekankan 121 terduga teroris yang tewas tidak bisa digeneralisir dengan perbuatan pelanggaraan korps Densus 88.