Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Supiadin Aris Saputra mengaku prihatin dengan penyenderaan tujuh WNI oleh kelompok Abu Sayyaf. Aplagi peristiwa tersebut bukanlah yang pertama kali.
Ia pun mempertanyakan kejadian yang berulang kali tersebut. Supiadin mengatakan konsep pemerintah membentuk crisis center segera dibentuk.
"Diplomasi total artinya tidak bisa bekerja dengan an sich pemerintah. Karena disana itu tim yang membebaskan itu rata-rata LSM dan pemerintah hati-hati kareba di sana banyak makelar juga pembebasan. Cari uang. Jadi kalau kita salah pilih negosiator akan habis," kata Supiadin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/6/2016).
Padahal, kata Supiadin, pihaknya telah menyepakati dengan pemerintah Filipina tidak memberikan uang. Pemerintah Indonesia juga tidak memberikan uang.
"Seperti yang saya lakukan kemarin, memimpin pembebasan 10 sandera saya pimpin itu tanpa uang," kata Politikus NasDem itu.
Supiadin menjelaskan kompensasi dari kesepakatan tersebut, pihaknya menyekolahkan 35 anak Filipina Selatan. Anak-anak muslim itu akan bersekolah gratos di Aceh. Oleh karena itu, ia mengingatkan pembebasan sandera harus menggunakan pendekatan informal.
Ia mengakui kelompok kecil Abu Syaaf di Filipina banyak. Supiadin yakin kelompok yang menyandera WNI saat ini berbeda dengan sebelumnya. "Memang kelompoknya banyak, faksi-faksi Abu Sayyaf banyak. Yang notabene Abu Sayyaf sendiri tidak bisa mengendalikan faksi ini. Mengapa? macam-macam. Mungkin selama ini dapat tebusan dibagi tidak merata," tuturnya.
Ia juga meminta pemerintah berbicara dengan Filipina apakah kelompok Abu Sayyaf masuk dalam teroris atau pemberontak. Bila kategori pemberontak, maka Abu Sayyaf melawan pemerintahan yang sah Filipina.
"Tuntutannya jangan jadikan warga negata asing jadi sandera. Kalau mereka teroris bikin kesepakatan Indonesia-Filipina, kerjasama penindakan teroris," tuturnya.