Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melakukan vaksin ulang dianggap sebagai sikap terburu-buru dalam menyikapi beredarnya vaksi palsu.
Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah melalui Wakil Direktur Madrasah Anti Korupsi Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto Gohardi, bentuk tanggungjawab lemahnya pengawasan Kementerian kesehatan terhadap publik bukan hanya sekedar vaksin ulang.
"Vaksin ulang hanya aksi yang terburu buru," ujar Virgo kepada Tribun, Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Sebelum melakukan vaksin ulang, Kemenkes harus mengungkap terlebih dahulu jumlah vaksin palsu yang tersebar termasuk peta sebarannya.
"Juga harus memastikan bahwa vaksin palsu yang tersebar benar-benar ditarik dari peredaran," katanya.
Jika vaksin ulang pesertanya rendah dan tidak tepat sasaran, hal itu tidak akan menyelesaikan persoalan dari efek vaksin palsu.
"Maka harus jelas dulu vaksinnya nyebar dimana saja," katanya.
Apalagi katanya, Kemenkes belum punya data soal vaksin palsu dan sebarannya.
Termasuk data valid soal kandungan dari vaksin palsu.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek tetap bersikeras mengadakan vaksin ulang menyusul terungkapnya peredaran vaksin palsu.
Vaksin palsu tersebut kemungkinan mengandung cairan infus yang dicampurkan dengan gentacimin (antibiotika).
Dengan campuran tersebut, kata Nila, tubuh anak tak akan mendapatkan kekebalan.
Pernyataan tersebut diungkapkannya dalam rapat kerja bersama Komisi IX dan lembaga-lembaga terkait, Senin (27/6/2016).
"Karena itu, tetap Kemenkes harus mengulangi pemberian imunisasi anak-anak yang terkena vaksin palsu ini," kata Nila, di Kompleks Parlemen.