TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satgas Tinombala, sebagai Tim Gabungan pemburu teroris di Poso berhasil mengakhiri sepak terjang Santoso.
Namun upaya menumpas kelompok teroris di Poso ini belum berakhir.
Tim Gabungan diberitakan masih mencari 19 DPO terorisme di Poso.
Mereka terbagi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah 3 orang yang melarikan diri dari operasi penangkapan Santoso yakni Basri, istri Santoso dan seorang perempuan lain. (Baca juga: Inilah Sosok Ali Kalora yang Diduga Menjadi Penerus Santoso)
Kemudian 16 orang lain yang berada di kelompok yang dipimpin Ali Kalora.
Ali Kalora adalah tokoh dalam jaringan teror yang disebut sebagai penerus kepemimpinan setelah Santoso ditembak mati oleh Tim Gabungan.
"Prestasi yang diraih tim gabungan ini cukup menggembirakan, mudah-mudahan operasi di sana bisa segera diakhiri," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat diwawancarai Kompas TV, di Jakarta, Selasa (19/7/2016).
Menurut Pramono, pemerintah menyadari operasi perburuan jaringan teroris yang berlangsung panjang membuat tak nyaman warga sekitar di Poso, Sulawesi Tengah.
Sementara itu, Polri langsung tancap gas untuk memburu 19 orang DPO terorisme.
Termasuk juga memburu Ali Kalora.
(Baca juga: Santoso Tewas, Kapolri Pastikan Operasi Perburuan Teroris di Poso Tetap Dilanjutkan)
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memang meragukan kemampuan Ali Kalora.
Namun menurut Tito, Polri berupaya agar jaringan yang tersisa tak menggunakan kesempatan untuk melakukan kaderasasi sehingga menjadi lebih kuat.
"Bisa aja kalau seandainya kita diamkan," kata Tito.
Tito Mengenal Jaringan Santoso
Tito Karnavian mengungkapkan, Ali Kalora tidak memiliki sosok kepemimpinan seperti Abu Wardah alias Santoso.
"Dia tidak memiliki kemampuan, kompetensi dan leadership seperti Basri dan Santoso," ujar Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
Tito mengatakan, dirinya telah memiliki informasi terkait sosok Ali Kalora sejak ia menjabat sebagai Kepala Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
"Saya mengenal betul jaringan itu dari tahun 2005 saya operasi di sana. Yang paling penting adalah Basri dan Santoso," kata Tito.