News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Yusril Ihza Mahendra Bicara Soal Kedatangan Tenaga Kerja Tiongkok ke Indonesia

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra (baju putih) di Kantor DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (17/6/2016).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra menilai kebijakan bebas visa yang diterapkan pemerintah membuat serbuan puluhan juta pekerja asal negeri Tiongkok tak bisa dibendung.

"Masalah pekerja Tiongkok di negara kita ini terkait dengan kebijakan bebas visa, sehingga kedatangan mereka tidak bisa dibendung. Sementara warga kita harus dapat visa untuk datang ke Tiongkok kecuali Hongkong dan Macau,"ujar Mantan Menteri Hukum dan HAM itu, dalam pernyataannya, Senin (18/7/2016) malam.

Tidak hanya soal bebas visa, menurut Yusril di Indonesia sangat sulit membedakan mana warga negara Indonesia keturunan Tiongkok atau mereka yang benar-benar berasal dari negeri tirai bambu.

"Di Hongkong dan Tiongkok dengan mudah dapat dibedakan mereka yang pendatang ataupun dari warga lokal. Beda dari pekerja Tiongkok yang susah untuk dibedakan dengan WNI kalangan Tionghoa yang sudah lama menetap di sini,"ujar Yusril.

Pakar hukum tata negara ini pun menjelaskan praktik manipulasi data kependudukan yang dilakukan oleh warga Tiongkok, sebagaimana juga diresahkan Yapto Suryokusumo dengan mudah akan terjadi.

Fenomena serupa juga terjadi di Malaysia. Karena itu lanjut Yusril implikasi kehadiran pekerja Tiongkok tidak bisa dipandang sederhana, karena bersentuhan langsung dengan keamanan negara, sosial dan ekonomi negara sekarang dan masa depan.

Eks Menteri Sekretaris Negara ini pun menyayangkan sikap Menaker Hanif Dhakiri yang dinilainya sudah gagal memberikan penjelasan yang memuaskan atas membanjirnya tenaga kerja Tiongkok di dalam negeri.

Mereka justru sibuk memberikan bantahan rumor angka 10 juta pekerja Tiongkok yang mereka sebut sebagai kebohongan.

Angka tersebut menurutnya adalah target kedatangan wisatawan asal Tiongkok ke Indonesia.

Padahal target kedatangan 10 juta wisatawan juga tak ada dalam proyeksi pemerintah dalam beberapa tahun mendatang.

"Angka 10 juta memang bisa diperdebatkan. Tapi jumlah itu bisa saja terjadi dalam beberapa tahun ke depan sejalan dengan kian membesarnya pinjaman proyek dan "investasi" Tiongkok di negeri kita. Ini persoalannya bukanlah jumlah angka 10 juta, tetapi masalah kesempatan kerja rakyat kita sendiri yang dirampas pekerja kasar dari Tiongkok dengan makin besarnya pinjaman dan "investasi" Tiongkok di sini. Pinjaman dan "investasi" itu akhirnya hanya untuk menciptakan lapangan kerja buat rakyat Tiongkok sementara rakyat kita tak mendapat manfaat apa-apa," katanya.

Ketua Umum PBB ini juga menyebut Menaker Hanif Dhakiri dan para pendukungnya juga gagal membandingkan dengan jumlah TKI di Hongkong yang bagian terbesarnya adalah TKW pembantu rumah tangga yang jumlahnya lebih besar dari tenaga kerja Tiongkok di Indonesia .

Perbandingan ini kata Yusril sangat tidak relevan. Para TKI itu diikat dengan kontrak kerja dan dapat dipulangkan kapan saja. Sementara pekerja Tiongkok di Indonesia kebanyakan ilegal.

"Mengontrol TKI di Metropolitan Hongkong jauh lebih mudah dibandingkan mengontrol pekerja Tiongkok yang hadir mengerjakan proyek-proyek pinjaman atau "investasi" Tiongkok. Menaker Hanif perlu merazia pekerja Tiongkok sampai ke hutan di Kalsel, suatu hal yang tak pernah dilakukan pejabat setingkat menteri di Tiongkok dalam mengawasi para TKI,"kata Yusril.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini