TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG -- Michael Titus Igweh, warga negara Nigeria terpidana eksekusi mati jilid 3 yang telah dieksekusi pada Jumat (29/7) sempat mengajukan permintaan cukup unik sebelum nyawanya berakhir di ujung senapan.
Kuasa hukum Titus, Susanti Agustina, pada Jumat pagi mengatakan, Titus sempat meminta dirinya menelepon mantan presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Saya terakhir komunikasi dengan Titus kemarin sore, Kamis (28/7) sekitar pukul 17.00. Dia minta saya telepon SBY. Saya sampai bingung dengarnya, " kata Agustina via telepon.
Agustina mengatakan, Titus menyuruhnya untuk menelpon SBY supaya Ketua Umum Partai Demokrat itu membujuk presiden RI Joko Widodo.
"Titus bilang, 'Ibu, telepon SBY. Suruh SBY bilang ke Jokowi jangan membunuh orang seenaknya lagi. Jangan hukum mati orang lagi. Jangan semena-mena dengan orang', " kata Agustina menirukan kalimat Titus.
Agustina menilai, kalimat Titus tersebut adalah bentuk dari rasa frustrasi jelang eksekusi mati dirinya.
"Saya sempat menjelaskan kalau eksekusi mati ini adalah putusan hakim, bukan Jokowi. Tapi dia tetap minta saya menghubungi SBY," kata Agustina.
Titus ditangkap polisi pada tahun 2002 silam dengan tuduhan kepemilikan narkotika jenis heroin seberat 5.859 gram. Titus pun divonis hukuman mati atas kasus tersebut.
Tahun 2011 lalu, Titus mengajukan PK pertamanya. Akhir Mei 2016 lalu, Titus mengajukan PK kedua karena ada pernyataan hukum yang berbeda dari PN Tangerang.
Namun, Titus sudah keburu dieksekusi mati di tengah proses PK keduanya ini.
Titus adalah satu dari empat terpidana, dari total 14 terpidana eksekusi mati jilid 3, yang telah ditembak di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada Jumat dini hari tadi, bersama Freddy Budiman, warga negara Senegal Seck Osmane, dan warga negara Niheria Humphrey Ejike.
Pengacara terpidana mati Michael Titus Igweh menyesali sikap Kejaksaan Agung yang tidak memberi kesempatan Titus bertemu dengan keluarganya terlebih dahulu.
"Kami menilai eksekusi mati ini sama sekali tidak berperikemanusiaan. Selain dilakukan dengan sangat mendadak dan tanpa pemberitahuan, klien kami juga tindakan diberi kesempatan bertemu keluarga mereka untuk terakhir kalinya, " kata kuasa hukum Titus, Susanti Agustina, Jumat (29/7).
Agustina menjelaskan bahwa istri Titus, Felicia, sebelumnya sudah sempat menghubungi pihak jaksa eksekutor untuk menunda eksekusi mati suaminya.
"Felicia memohon eksekusi suaminya ditunda, karena dia tinggal di Nigeria bersama tiga anaknya yang masih kecil. Felicia sampai di Nusakambangan kemarin, tapi suaminya sudah keburu masuk sel isolasi, " kata Agustina.
Pihak jaksa, kata Agustina, juga sudah meminta Felicia kembali lagi ke Jakarta untuk menunggu jenazah suaminya.
Felicia juga mengaku sangat kecewa dengan keputusan eksekusi mati terhadap suaminya.
"Keluarga tetap bersikukuh Titus merupakan korban salah tangkap. Titus sama sekali tidak pernah terlibat peredaran narkoba, " katanya.
Kendati demikian, kata Agustina, pihak keluarga Titus belum menentukan langkah mereka selanjutnya pasca eksekusi Titus.
"Selanjutnya mau bagaimana, kami serahkan ke pihak keluarga. Sekarang biarkan keluarga berkabung dulu," kata Agustina.
Titus ditangkap polisi pada tahun 2002 silam dengan tuduhan kepemilikan narkotika jenis heroin seberat 5.859 gram.
Titus pun divonis hukuman mati atas kasus tersebut.
Tahun 2011 lalu, Titus mengajukan PK pertamanya.
Akhir Mei 2016 lalu, Titus mengajukan PK kedua karena ada pernyataan hukum yang berbeda dari PN Tangerang.
Namun, Titus sudah keburu dieksekusi mati di tengah proses PK keduanya ini.