TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tri Rismaharini harus mundur dari jabatan Wali Kota Surabaya apabila ikut serta di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Risma pun juga harus siap mengambil risiko nantinya apabila kalah bersaing dengan kandidat petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Kalau calon dari kepala daerah lain mau maju ke gubernur, misalnya Bu Risma dari Surabaya ke Jakarta, mereka harus mengundurkan diri. Bukan cuti. Begitu KPU menetapkan sebagai calon, maka harus mengundurkan diri," ujar Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta, Sumarno kemarin.
Sumarno menjelaskan sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Pasal 7 ayat 2 (p) diharuskan berhenti dari jabatan sebelumnya apabila mencalonkan diri di daerah lain.
Nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memang belakangan santer disebut sebagai pesaing calon petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.
Apalagi Risma mendadak meminta maaf kepada warga Sidotopo, Surabaya, Jawa Timur.PDI Perjuangan pun merespon ucapan Risma tersebut.
"Sebenarnya bukan wewenang kami menyikapi Pilkada DKI. Lebih pas kalau DPP yang menjawab soal Bu Risma ke DKI. Termasuk kalimat minta maaf itu dikaitkan dengan running ke DKI," kata Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya, Didik Prasetiyono.
Didik menjelaskan hingga saat ini belum ada perintah dari DPP PDI Perjuangan kepada Risma terkait Pilkada DKI Jakarta.
"Soal pencalonan Bu Risma itu hak prerogatif Ketua Umum DPP PDI Perjuangan. Siapa pun tak punya wewenang untuk urusan itu," kata Didik.
Didik mengaku telah membaca berita "permintaan maaf" Risma di hadapan warga.
Ungkapan itu hal yang biasa Risma sampaikan di setiap kali acara di bulan Syawal.
Mengingat saat ini masih dalam konteks perayaan Lebaran. Permintaan maaf itu dianggap biasa dan wajar disampaikan di berbagai kesempatan.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Surabaya, Muhammad Fikser, tertawa menanggapi banyak orang meributkan permintaan maaf Risma.
"Ibu menyampaikan permohonan maaf lahir batin atas pelayanan mulai dari tingkat camat, lurah itu terkait bulan Syawal, bukan Pilgub DKI. Kami jadi heran kok ramai," kata Fikser.