TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus korupsi tidak boleh menerima remisi atau pengurangan masa tahanan.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, menilai kebijakan tersebut dapat memberikan efek jera masyarakat berpikir dua kali sebelum mencuri uang rakyat.
"Kita ingin memberikan efek jera, bahkan kita sedang berpikir selain hukuman badan ada kerugian negara yang dikembalikan," ujar Agus kepada wartawan di kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
Tidak tersedianya remisi atau pengurangan masa tahanan bagi terpidana korupsi, diatur di Peraturan Pemerintah (PP) nomor 99 tahun 2012, tentang perubahan kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999, tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
Pendapat Agus agar terpidana kasus korupsi tetap tidak diberikan remisi itu, tidak sejalan dengan pendapat Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), I Wayan Kusmiantha Dusak.
Sepeti yang diberitakan Harian Kompas hari ini, Dirjen Pemasyarakatan menyebut kapasitas penjara di Indonesia sudah lumayan padat, sehingga penting agar remisi tetap diberikan untuk mengurangi kepadatan tersebut.
Selain itu kata dia hukuman bagi seorang krouptor sudah dijatuhkan di ruang pengadilan, dimana hakim memberikan vonis sesuai kejahatan dan sejumlah paramterlain.
Oleh karena itu menurutnya tidak perlu lagi koruptor ditambah hukumann dengan tidak diperbolehkan menerima remisi.
Agus yang merupakan mantan Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (PPKPBJ) itu menyayangkan hal tersebut. Ia berharap aturan yang tidak memungkinkan koruptor menerima remisi, tetap dipertahankan.
"Kalau koruptor harapan kami tidak ada remisi lah,"jelasnya.