TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti menduga Istana Kepresidenan mengetahui status kewarganegaraan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar sebelum polemik kewarganegaraannya muncul.
Sebab, Arcandra sudah beberapa kali ke Indonesia. Saat ke Indonesia, Arcandra pun pernah menggunakan paspor Amerika Serikat.
"Pasti Istana tahu Arcandra punya dwi-kewarganegaraan. Karena Arcandra bukan baru sekali pulang ke Indonesia," kata Ikrar dalam suatu diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Ronny Franky Sompie sebelumnya pernah mengatakan, Arcandra Tahar menggunakan paspor Amerika Serikat ke Indonesia.
Namun, Ronny tidak dapat memastikan berapa kali Arcandra menggunakan paspor AS-nya.
Arcandra juga mengakui sempat bertemu Presiden Joko Widodo ketika pemerintah berkunjung ke Amerika Serikat. Saat itu, Arcandra memberikan masukan kepada Presiden Jokowi terkait keputusan pengelolaan Blok Masela.
Dengan demikian, Ikrar menilai bahwa Istana seharusnya sudah mengetahui latar belakang Arcandra, termasuk status kewarganegaraan.
Menurut Ikrar, ada kemungkinan pihak Istana abai terhadap status kewarganegaraan Arcandra.
Selain itu, kata dia, terdapat kemungkinan Istana memandang status kewarganegaraan tidak dalam arti spesifik.
"Terlalu memandang dunia ini menjadi global, sehingga persolan kewarganegaraan tidak dipandang secara sempit," ucap Ikrar.
Arcandra diberhentikan secara hormat oleh Presiden Jokowi terkait dwi-kewarganegaraan yang dimiliki.
Sebagai pengganti kekosongan posisi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Presiden Jokowi menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menko Kemaritiman sampai ada menteri ESDM definitif.
Pihak Istana Kepresidenan tidak mau disebut kecolongan karena Arcandra Tahar yang memiliki dwi-kewarganegaraan bisa terpilih sebagai menteri.
Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo meminta publik mengapresiasi sikap Jokowi yang responsif mendengar berbagai kritik dan masukan yang berkembang.
Penulis: Lutfy Mairizal Putra