TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX Amran Hi Mustary menolak jika dinyatakan seakan sebagai aktor utama dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR).
Hal dibuktikan dengan perkenalan awal Amran dan Abdul Khoir yang merupakan inisiatif Abdul Khoir dengan mendatangi Amran yang baru saja dilantik sebagai Kepala BPJN IX. Ia perkenalkan diri selaku kontraktor yang selama ini jadi rekanan BPJN IX yang meliputi Maluku dan Maluku Utara, selain itu pada bulan Juli 2015.
Selain itu, Amran juga pernah ditawarkan mobil Fortuner dan apartemen oleh Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir, namun ditolak secara tegas ditolak.
"Kedua, tanggal 13 Januari 2016 sebelum OTT (Operasi Tangkap Tangan) DWP (Dewi Whisnu Putranti) dan Khoir, Ia sempat menawarkan apartemen di FX Sudirman, namun itu ditolak oleh Amran," kata Amran melalui kuasa hukumnya, Robinson, Kamis (25/8/2016).
Soal issu yang berkembang yang menyebutkan ada aliran dana mengalir ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), Amran secara tegas menyatakan jika dana tersebut tidak berkaitan dengan kasus yang sedang disidik oleh KPK.
"Ini telah dijelaskan oleh klien kami ke penyidik KPK saat jalani pemeriksaan dan pada saat bersaksi di sidang-sidang sebelumnya,"
Robinson menuturkan, dana yang disebut diterima oleh Sekjen KemenPUPR telah dijelaskan dan dikembalikan ke Amran, dimana ada bukti pengembalian dana.
Di persidangan hal itu telah diungkap oleh Sekjen Kementerian PUPR dan bukti pengembalian telah ditunjukkan di muka persidangan.
"Ini termasuk yang ke Kepala Biro Perencanaan telah dikembalikan,"
Ditanyakan ke Robinson soal sisa aliran dana US$60 ribu ke Dirjen dan US$10 Ribu ke beberapa Direktur, Robinson tidak memberikan jawaban pasti. Ia tidak membantah ataupun membenarkannya.
"Soal itu, nanti kita lihat di persidangan pembuktiannya," kata Robinson.
Dijelaskan Robinson, sumber uang murni pinjaman yang dilakukan Amran ke pengusaha Aseng sebesar Rp2 miliar. Ini juga telah diakui oleh Aseng saat dihadirkan sebagai saksi pada persidangan dengan terdakwa Abdul Khor.
Tujuan peminjaman dana tersebut sesuai dengan penjelasan Amran, pada awalnya diperuntukkan sebagai untuk biaya perayaan ulang tahun kementrian PUPR di Provinsi Maluku dan Maluku Utara sebesar Rp 600 juta sebagaimana proposal Ketua Panitia, bantuan Pesparawi melalui ketua panitia sebesar Rp250 juta dan untuk kegiatan pameran pembangunan pada bulan oktober dan November 2015 sebesar Rp150 juta.
"Jadi saya tegaskan, jika Amran bukanlah aktor utama dari kasus itu seperti yang beredar. Kemudian dana-dana yang disebut ke pejabat KemenPUPR semua sudah dijelaskan di muka persidangan," tegas Robinson.