TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM akhirnya melakukan penyelidikan dan pemantauan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan personel TNI AU Lanud Seowondo terhadap warga Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, Sumatera Utara 15 Agusutus lalu.
Setelah tiga hari melakukan penyelidikan dengan terjun ke tempat kejadian perkara, tim penyelidik Komnas HAM menemukan sejumlah fakta terkait bentrokan antara aparat negara dengan warga.
Pertama ada kekerasan sporadis yang dilakukan aparat gabungan TNI AU Lanud Soewondo, Paskhas, Polisi Militer, dan dugaan bantuan dari Batalyon Artileri Medan (Armed) Angkata Darat.
"Kenapa kami sebut sporadis, karena berdasarkan temua lapangan saat terjadi bentrokan mereka beraksi tanpa komando," kata Komisoner Komnas HAM sekaligus Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Bentrok TNI AU dan Warga Desa Sari Rejo, Natalius Pigai, di kantornya, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Catatan Komnas HAM, kekerasan tersebut setidaknya menyebaban 20 orang luka luka, rusaknya fasilitas umum, dan barang-barang pribadi milik warga.
"Ditemukan setidaknya 20 orang luka-luka, termasuk pekerja jurnalistik, dua luka tembak, dan satu TNI AU luka. Termasuk fasilitas dan kendaraan warga dirusak," ujarnya.
Selain melakukan kekerasan dan penganiayaan aparata TNI AU juga melalukan kekerasan verbal terhadap warga Sari Rejo.
Kekerasan verbal tersebut merendahkan martabat manusia. Namun saat diminta rinci, Pigai enggan menjelaskannya.
"Oknum TNI melakukan kekerasan verbal terhadap warga yang berorientasi merendahkan martabat manusia dengan kata kata yang tidak pantas oleh anggota TNI sebagai pelindung masyarakat. Ada kata kata yang tidak pantas lah, saya ini lah, itu lah," ujaarnya.
Kebrutalan aparat juga berdasarkan temuan dilapangan menyebabkan sejumlah anak kecil mengalami traumatik.
Pasalnya saat bentrok dua hari menjelang perayaan kemerdekaan tersebut, terdapat aparat yang melakukan kekerasan terhadap anak.
"Adanya fakata kekerasan terhadap anak di bawah umur sehingga mengakibatkan ketakutan dan traumatik," katanya.
Hasil dari peninjauan di lapangan termasuk melihat rekaman CCTV di salah satu lokasi bentrokan, Komnas HAM menemukan salah seorang oknum TNI masuk ke dalam Masjid tanpa melepas sepatu.
Selain itu anggota TNI AU tersebut menendang kotak infaq yang berada di depan masjid.
Pigai mengatakan hasil wawancara dengan pengurus Masjid anggota TNI tersebut melewati batas suci tempat ibadah.
"Ada anggota TNI masuk ke tempat ibadah tanpa melepas sepatu dan menendang kotak infaq yang berada di sebrang jalan. Pada saat itu di tengah kerumanan ada yang menendang," katanya.
Namun menurut Pigai setelah dilakukan pendalaman anggota TNI tersebut tidak bermaksud melecehkan agama.
Ia hanya lupa lantaran tensi yang tinggi ketika bentrokan terjadi.
"Setelah kami cek anggota TNI yan masuk adalah muslim. Bukan agama lain, sehingga menurut kami dia lupa melepas alas kaki," tutur Pigai.
Kekerasan dan penganiayaan terhadap warga juga tidak hanya dilakukan dilokasi bentrokan.
Menurut Pigai terdapat warga yang ditangkap dan diinterogasi di Markas Lanud Soewondo Medan.
"Adanya pengngkapan, penahanan, dan interogas terhadap warga oleh pihak TNI," katanya.
Saat bentrokan terjadi pun, aparat TNI AU tampak kalap, selain warga, Wartawan media cetak dan elektronik tidak luput dari tindakan penganiayaan.
Bahkan salah satu wartawan hingga mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
"Adanya kekerasan terhadap dua jurnalis selain itu kamera dirampas dan lainnya sehingga menyebabkan salah seorang wartawan dirawat Intensif," ujarnya.
Bentrokan tersebut menurut Pigai diawali oleh aksi TNI AU yang secara sepihak mematok dan memalang jalan dikawasan dua unit rusun yang sedang dibangun.
Rusun yang dibangun untuk prajurit TNI AU tersebut berada dilahan sengketa yang diklaim oleh warga.
"Masalah utamanya Karena TNI AU melakukan pemalangan di atas lahan seluas100X50 meter yang diklaim oleh warga diantaranya Singh dan Ginting. Pemalangan dilakukan di lahan yang mau dibangun rusun yang diharuskan segera selesai, sementara tiga bulan lagi tahun anggaran selesai. Itu memancing reaksi publik, sehingga melakukan demonstrasi," katanya.