TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menjelaskan terpidana percobaan yang akan maju di pilkada serentak 2017, harus memberikan bukti putusan dari pengadilan yang memvonis.
Hal itu sama seperti mantan terpidana kasus lainnya yang harus memberikan bukti bahwa dia sudah lepas dari hukuman.
"Iya nanti kira-kira mereka juga harus mengumumkan kalau mereka adalah terpidana percobaan. Jadi terpidana percobaan juga harus berikan bukti dari pengadilan," ujar HadarĀ di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (11/9/2016).
Hadar menjelaskan bahwa terpidana percobaan bukanlah orang yang menjalani pidana kurungan penjara dan masih dapat melakukan kegiatan di luar penjara.
"Teknis persisnya bagaimana, nanti kami susun lagi. Kami masih harus mengubah peraturan KPU sampai pada 15 September nanti," kata dia.
Diketahui, Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat antara Kemendagri, Penyelenggara Pemilu dan DPR, menyatakan bahwa seseorang yang dinyatakan sebagai terpidana percobaan masih dapat mengikuti Pilkada Serentak 2017.
Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay mengatakan bahwa hal itu merupakan hasil dari perdebatan yang alot hingga akhirnya keputusan tersebut keluar.
"Iya semalam ditetapkan terpidana percobaan bisa mengikuti pilkada, jadi nanti mereka boleh mendaftar asalkan percobaan. Kalau dikurung penjara, tidak boleh," jelasnya saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (11/9/2016)
Meski mempunyai argumen yang berbeda, Hadar menjelaskan bahwa posisi KPU saat ini tidak dapat berbuat banyak karena ada aturan yang mengikat di dalam Pasal 9A UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Serentak.
Selama ini KPU berpendapat bahwa terpidana tetaplah orang yang bersalah dan mempunyai masalah dengan hukum. Baik terpidana kurungan maupun terpidana percobaan.
Hal itu dijelaskan dari Pasal 14a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebut hukuman percobaan juga merupakan jenis pidana.
KPU dalam masukkannya mengatakan bahwa orang yang mempunyai masalah dengan hukum, tidak boleh mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah di pilkada serentak.
Namun begitu Komisi II menganggap hukuman percobaan belum mempunyai hukum tetap karena belum menjalankan seluruh percobaan tersebut.
"Kami tidak bisa berbuat banyak. Ya akan tetap kami rumuskan bagaimana nantinya," kata Hadar.