Laporan Wartawan Tribunnews, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Makhamah Agung ikut angkat bicara terkait eksekusi terpidana mati Marry Jane, warga Filipina yang terjerat kasus kepemilikkan 2,6 kilogram heroin.
Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi menuturkan, semua hak hukum terpidana mati itu telah dilaksanakan.
“Proses hukumnya sudah berlangsung dan kami tidak tunduk dengan hukum di luar negeri,” kata Suhadi, Selasa (13/9/2016).
Ketika ditanya adanya kemungkinan penundaan eksekusi mati terhadap Marry Jane terkait proses hukum yang masih berlangsung di Filipina, Suhadi menjawab, “Apapun hasilnya di Filipina tidak berpengaruh ke pengadilan.”
Sementara itu, polemik yang berawal dari perbedaan pendapat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ternyata belum diketahui terpidana mati Mary Jane.
“Saya belum hubungi Mary Jane. Untuk berita tentang dia akhir-akhir ini juga belum diberi tahu,” kata pengacara Marry Jane, Agus Salim, Selasa (13/9/2016).
Agus menceritakan, saat ini Marry Jane menghuni sel di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta.
“Dia di dalam satu sel tersendiri. Ia tidak digabung dengan tahanan lainnya,” katanya.
Agus mengaku terakhir bertemu dengan Mary Jane beberapa hari jelang Idul Fitri silam.
Saat itu, ibu dua anak tersebut hanya menanyakan perihal perkembangan kasus dugaan perdagangan manusia yang menempatkannya sebagai korban.
Agus menjelaskan, kasus dugaan perdagangan manusia yang menjerat Maria Kristina Sergio, sempat menunda eksekusi mati Mary Jane yang sedianya berlangsung pada April 2015.
Saat detik-detik jelang bertemunya Mary Jane dengan juru tembak, Maria Kristina mengaku sebagai perekrut dan menempatkan narkoba pada barang bawaan.
Agus mengaku kaget saat mendengar pernyataan Duterte yang diucapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Agus merasa hal itu membuat nasib kliennya makin tidak jelas.
Terlebih, ketika Pemerintahan Filipina mengeluarkan bantahan atas pernyataan atas apa yang disampaikan Presiden Jokowi.