Namun, rapat justru dimulai dengan interupsi beberapa fraksi yang mendesak agar Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Komisi II menyusun ulang Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan.
Interupsi itu diawali oleh Anggota Komisi II dari Fraksi PDI-P, Arteria Dahlan. Dia menilai pimpinan rapat mengambil keputusan secara sepihak dalam memutuskan pasal PKPU Pencalonan yang memperbolehkan terpidana percobaan mencalonkan diri di pilkada.
"Ini sesuatu yang disengaja, beberapa fraksi termasuk PDI-P jelas tidak menyetujui pasal tersebut. Namun, dalam laporan rapat dinyatakan kami sepakat, itu kesepakatan darimana karena PDI-P tidak pernah menyetujui itu," kata Arteria di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Interupsi Arteria itu disambung oleh Anggota Komisi II lainnya dari Fraksi PAN, Yandri Susanto. Ia menyebut fraksinya sama sekali tak pernah memberi pernyataan yang menyetujui diperbolehkannya seorang terpidana percobaan mencalonkan diri di pilkada.
"Dari mana itu pernyataan bahwa kami Fraksi PAN setuju diperbolehkannya terpidana percobaan mencalonkan diri di pilkada, saya sampai dimarahi ketua umum saya," kata Yandri.
Karena merasa tak dilibatkan dalam mengambil keputusan, ia pun mengusulkan agar Pemerintah, Komisi II, dan KPU merumuskan kembali pasal tersebut agar segera diperoleh kepastian, mengingat dua hari lagi merupakan waktu pendaftaran para pasangan calon.
"Anggota DPR bukanlah pembuat undang-undamg yang justru melanggar undang-undang. Waktu undang-undang diketok sudah jelas terpidana dilarang," ujar Yandri.
"Kalau nanti bisa rapat lagi antara Pemerintah, KPU, dan Komisi II, saya rasa itu sebuah kebaikan bagi kita semua, dan ini memang harus rapat lagi," kata dia.
Sebelumnya terjadi perdebatan saat salah satu pasal PKPU pencalonan yang memperbolehkan seorang terpidana percobaan mencalonkan diri di pilkada.
Sejumlah fraksi seperti PDI-P, PAN, Nasdem, PKS, dan Demokrat menolak usulan tersebut.