TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, dirinya mencopot Kombes Pol Franky Haryanto sebagai Direktur Reserse Narkoba Polda Bali melalui video conference.
Konferensi yang disaksikan seluruh jajaran polisi di Indonesia itu dimaksudkan sebagai efek jera bagi jajaran Polri yang melanggar etik kepolisian.
"Kalau ada momentumnya, ya shock therapy. Waktu video conference, langsung serah terimanya di depan saya," ujar Tito di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (30/9/2016).
Dalam konferensi itu, Tito juga menegur Franky. Menurut dia, teguran langsung di hadapan jajaran kepolisian akan menjadi pembelajaran bagi Franky sebelum menerima sanksi sesuai keputusan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri nantinya.
"Belum pernah ada serah terima direktur itu di depan Kapolri, dan (yang) menonton semua polisi Indonesia. Itu ada sanksi sosial," kata Tito.
Saat ini, penyelidikan dugaan pelanggaran etik masih dilakukan oleh tim Pengamanan Internal Divisi Humas Polri.
Belum diputuskan apakah Franky akan dikenakan sanksi etik atau sanksi pidana.
Tito juga akan mempertimbangkan jika Franky memiliki prestasi yang memajukan Polri selama berkiprah.
"Kita lihat bagaimana balance-nya antara prestasi dan kesalahannya. Kalau sudah tidak pernah berprestasi, kemudian meras masyarakat, itu keluar," kata Tito.
Franky dimutasi ke Analis Kebijakan Madya bidang Iknas Bareskrim Polri.
Pemindahan tersebut dilakukan untuk mempermudah pemeriksaan Franky oleh tim Paminal di Jakarta.
Jabatan Direktur Reserse Narkoba Polda Bali kini diisi oleh Kombes Muhammad Arief Ramdhani yang sebelumnya menjabat sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim MabesPolri.
Franky diduga memeras sejumlah orang yang tercatat terlibat tujuh kasus narkoba di bawah 0,5 gram.
Selain melakukan pemerasan, Franky juga dilaporkan atas keterlibatannya dalam pemotongan anggaran DIPA 2016 dengan barang bukti uang Rp 50 juta di brankas.