Jaksa menjelaskan, pemberian uang Rp 500 juta, bertujuan agar Putu membantu pengurusan penambahan pemberian Dana Alokasi Khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang Tahun 2016 Provinsi Sumatera Barat.
Penambahan DAK itu diusahakan supaya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun 2016.
Atas perbuatan tersebut, Yogan Askan didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Diketahui, kasus dugaan suap ini terjadi pada sekitar Agustus 2015. Saat itu orang kepercayaan Putu, bernama Suhemi menemui Desrio Putri dari pihak swasta.
"Suhemi mengaku sebagai teman Putu dan menawarkan dapat membantu pengurusan anggaran di DPR," kata Jaksa.
Selanjutnya, Suhemi meminta kepada Desrio agar dipertemukan dengan Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumbar, Suprapto.
Disitu Desrio memberi penjelasan ke Suprapto, kalau Suhemi dapat membantu soal penambahan DAK.
Suprapto mengarahkan Desrio menemui Kepala Bidang Pelaksana Jalan pada Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumbar, Indra Jaya.
Desrio diminta Suprapto mendiskusikan masalah anggaran tersebut bersama Indra.
"Suprapto kemudian meminta Indra Jaya untuk membuat surat pengajuan DAK yang jumlahnya sebesar Rp 530,7 miliar," kata Jaksa.
Namun, setelah bertemu Putu di Gedung DPR, Senayan, Suprapto malah memerintahkan Indra untuk menambah anggaran.
Dari Rp 530,7 miliar menjadi Rp 620,7 miliar.
Putu di situ berjanji penambahan anggaran DAK yang akan diusulkan tidak cuma untuk pembangunan jalan, tetapi juga untuk pembangunan gedung dan pengadaan air bersih.
Kemudian pada Januari 2016, Indra memperkenalkan Yogan Askan kepada Suhemi.