Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain peredaran narkoba, ternyata pembuatan dan peredaran uang palsu juga bisa terjadi dan dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas)
Baru-baru ini, Bareskrim mengungkap jaringan pembuat dan pengedar uang palsu di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.
Selama empat tahun beroperasi, jaringan ini dikendalikan oleh AH yang mendekam di Lapas Kerobokan, Bali.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya mengaku rencana pemeriksaan pada AH memang sempat tertunda.
"Memang sesuai rencana awal, kemarin kami periksa AH di Lapas Kerobokan, tapi batal. Akhirnya baru tadi siang penyidik berangkat ke sana," ucap Agung Setya pada Tribunnews.com, Rabu (12/10/2016).
Agung Setya mengatakan, penyidiknya telah mengantongi izin untuk bisa memeriksa AH di dalam lapas menyangkut peredaran uang palsu jaringannya ke 10 provinsi.
Agung Setya juga menyebut, tidak menutup kemungkinan hasil dari pemeriksaan pada AH dan pengembangan di lapangan, pihaknya akan menetapkan tersangka baru.
Selain bertolak ke Bali memeriksa AH, Agung Setya tidak menampik anak buahnya tengah melakukan pengembangan ke 10 provinsi penyebaran uang palsu oleh jaringan ini.
Soal AH, melalui pengacaranya, yang membantah tuduhan sebagai otak di jaringan ini, Agung Setya tidak ambil pusing.
"Tidak mengakui dan membantah itu hal biasa, kami tidak kejar pengakuan," tegas Agung Setya.
Jenderal bintang satu ini mengaku polisi memiliki bukti kuat yang bisa menyatakan AH adalah otak di jaringan ini.
"Kami punya bukti dari alat komunikasi yang digunakan AH untuk mengendalikan jaringan ini. Bahkan komunikasi di dalam handphone juga sudah kami dapatkan," ujarnya.
Atas hal itu, kata Agung Setyam, penyidik meyakini AH, otak pelaku di kasus ini pasti akan dihukum berat dan dijebloskan kembali ke penjara.
Diketahui, AH adalah residivis di kasus yang sama yakni uang palsu.
Sebagai informasi, dalam jaringan ini AH memerintahkan tersangka S yang adalah anak kandung dari AH untuk membuat uang palsu di kontrakannya wilayah Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah.
Kontrakan S sudah digeledah, penyidik menemukan barang bukti alat pembuat uang palsu seperti sablon, alat cetak, printer hingga alat pemotong.
Selanjutnya dilakukan penangkapan pada tiga tersangka lain yakni H, Y, dan M yang berperan membantu pembuatan uang palsu dan mengedarkan uang tersebut.
Dalam empat tahun beraksi, uang palsu jaringan ini sudah menyebar ke 10 provinsi, paling banyak di DKI Jakarta. Modus mereka menjual ialah satu uang asli ditukar dengan tiga uang palsu.
Beragam hasil kejahatan juga sudah disita penyidik seperti ruko, tiga unit mobil hingga uang tunai Rp 10 juta.
Atas perbuatannya seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 36 ayat 1,2 dan 3 UU Mata Uang No 7 Tahun 2011 dengan ancamam hukuman maksimal 15 tahun penjara.