Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Psikolog dari Universitas Indonesia (UI), Hamdi Muluk, mengatakan, jika dilihat di atas kertas, semestinya dalam diri pejabat publik sudah tertanam etika yang positif.
Menurutnya, jika pejabat tidak mengerti akan etika berarti mereka tidak siap menjadi pelayan publik.
Dikatakannya, kalau pejabat publik sadar, maka kepemimpinanya pasti memprioritaskan kepentingan publik.
"Dan amanah publik itu harus dipertanggungjawabkan. Seperti DPR yang dipilih oleh publik, digaji publik (pajak rakyat), dan bertanggungjawab kepada publik," kata Hamdi Muluk di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/10/2016).
"Kalau tidak kompeten ditolak. Tapi masih banyak yang terpilih karena ada serangan fajar. Padahal, kalau tidak berintegritas ujung-ujungnya tidak akan bertanggungjawab kepada rakyat,” tambah Hamdi Muluk.
Hamdi Muluk, menilai yang namanya kepentingan publik itu harus menjadikan kebutuhan rakyat di atas segala-galanya (respublik), bukan resprivata (mendahulukan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan).
Dan, tiga hal yang harus diperhatikan antara lain yaitu nilai-nilai integritas, kejujuran, dan keterbukaan sebagai basis universal yang pada prinsipnya harus dilaksanakan atau disebut sebagai (public accountability atau responsibility), yang menjadi hal-ikhwal terkait urusan publik.
"Standar etiket dan etika (subtansial filsafat moralitas, kelakuan, nilai tentang baik buruk (figur) dalam konteks publik untuk kepentingan publik didahulukan mengorbankan etiket (gerak-gerik, gaya, ucapan, tata karma, relative perlakuan di depan umum, pergaulan dan sebagainya)," tutur Hamdi Muluk.
"Tapi kalau etika, tetap kedepankan orang banyak dan tidak tergantung ada banyak orang, karena sudah menjadi karakter. Idealnya etiket dan etika berjalan sama," tandas Hamdi Muluk.