Laura Aurelia Dinda, seorang atlet renang asal Kalimantan Timur mengalami perjuangan yang berat sebelum akhirnya sukses menjadi atlet.
Pada Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) yang lalu, kedua kaki Laura masih normal. Namun, musibah datang dan membuatnya harus menggunakan kursi roda.
Di titik inilah, Laura menghadapi tantangan demi tantangan dalam menjalankan profesinya sebagai seorang atlet.
Akan tetapi, tak ada kata menyerah bagi Laura Aurelia Dinda, ia terus berja keras hingga akhirnya membuahkan hasil meraih medali perak pada ajang Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV di Jawa Barat.
Memasuki podium, wajah Laura masih menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Namun, itu tak menghentikannya untuk tetap tersenyum kepada setiap orang yang ditemuinya.
Setelah pengalungan medali, Laura tak bisa segera beristirahat.
Perempuan 17 tahun tersebut dengan sabar melayani permintaan foto bersama baik dari rekan sesama atlet, offisial, maupun wartawan.
Senyuman yang mengembang tak pernah lepas dari wajahnya.
Nama lengkapnya Laura Aurelia Dinda. Ini merupakan kali pertama dirinya Peparnas. Laura bercerita bahwa ia telah menekuni olahraga renang sejak kelas 3 SD.
“Namun, saat Popda saya terjatuh. Ya terus, jadi seperti ini,” ucap Laura sembari menunjuk ke arah kursi roda. Laura bercerita bahwa alasan pertama menekuni sebagai atlet karena ia mengidap asma. Lama kelamaan, olahraga menjadi hobi untuknya.
Talentanya yang kemudian membawa Laura bisa mengikuti Peparnas.
Selain itu, sebagai anak tunggal, ia pun didukung penuh oleh keluarganya, untuk menjadi seorang atlet.
Menurut atlet yang mewakili Kalimantan Timur ini, dulu ia mengikuti Popda saat kedua kakinya masih normal.
Namun, setelah musibah tersebut, tantangan demi tantangan mesti dilalui oleh Laura.
“Teman-teman saya yang atlet normal sering bertanya ‘Ngapain sih ikutan yang kaya gitu? Kenapa gak berhenti aja,” ucap Laura menirukan pertanyaan dari rekannya.
Tantangan itu justru dari luar dirinya.Namun, motivasi utama didapatkan dari orang tua yang membuat Laura tetap semangat seperti sekarang ini.
“Dulu, saat saya gak bisa jalan itu sempat nge-drop,” cerita Laura. “Tapi, karena terus dimotivasi saya pun jadi mau.”
Laura saat ini masih bersekolah di SMA. Ada pengorbanan besar baginya untuk menjadi seorang atlet, terutama dalam hal waktu.
Perempuan yang punya harapan tampil di tingkat internasional ini menyatakan dirinya beruntung karena sekolahnya mau mengerti terutama saat ia mengambil cuti panjang selama satu semester.
“(Pengorbanan untuk menjadi atlet itu meliputi) Uang, waktu, tenaga, sekolah, juga,” kata Laura. Ia menambahkan bahwa ia berlatih terus sepanjang hari selama 1,5 jam sampai dua jam.
Terkait penyelenggaraan Peparnas, Laura pun memberikan apresiasi.
“Untuk penyelenggaraan ini terbilang rapi karena saya sudah mengikuti berbagai event. Jadi kelihatan sekali, penyelenggaraannya rapi,” ungkap Laura.
Laura meraih medali perak dalam ajang Peparnas yang pertama kali diikutinya. Namun, medali bukan satu-satunya penghargaan atas prestasi tertinggi.
Sosok Laura mengajarkan kita bagaimana sesungguhnya seseorang yang hebat itu bukan yang berdiri saat menang, tetapi yang mampu bangkit saat terjatuh.(*)