TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Maraknya aksi teror pada kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2016 membuktikan bahwa kelompok radikalisme-terorisme masih bergentayangan disekitar kita.
Mereka menunggu waktu yang tepat untuk melakukan serangan termasuk pembunuhan, baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok terhadap target yang telah mereka tentukan.
Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius. SH, MH, dalam sambutannya saat membuka acara Sosialisasi Standar Operational Prosedur (SOP) Sistem Keamanan Terminal Penumpang Angkutan Jalan Dari Ancaman Terorisme yang digelar Direktorat Perlindungan BNPT di Hotel Java Paragon, Surabaya pada Rabu (26/10/2016) malam.
"Aksi teror mereka telah menelan korban yang cukup banyak baik dari aparat maupun masyarakat. Berbagai serangan telah menghancurkan berbagai fasilitas publik milik negara, maupun milik masyarakat dan membunuh ratusan manusia yang tak berdosa," ungkap Suhardi Alius.
Dikatakan mantan Sekretaris Lemhanas dan Kabareskrim Polri ini, gerakan radikalisme-terorisme, baik yang berbasiskan agama maupun ideologi tertentu, ternyata semakin tumbuh subur di Indonesia.
"Gerakan radikalisme-terorisme ini semakin menemukan bentuk brutalitasnya manakala penanganannya secara parsial dan tidak terkoordinasi antar institusi penegak hukum, dan juga tidak komprehensif," ujar alumni Akpol 1985 ini.
Lebih lanjut mantan Kapolda Jabar ini mengatakan, munculnya gerakan radikalisme-terorisme ini lebih disebabkan karena pemahaman agama yang sempit dan parsial serta sebatas kontekstual, yang pada akhirnya menimbulkan kecurigaan antar pemeluk agama tertentu.
"Yang akhirnya budaya kekerasan dalam penyelesaian masalah juga akhirnya menjadi pendekatan dalam menyelesaikan konflik," jelasnya.
Suhardi Alius memberikan contoh berbagai serangan terorisme telah mengancam instalasi penting negara seperti Listrik di Tangerang, Pusat perbelanjaan, Bandara Soekarno Hata, Cafe Sari dan Paddy’s Pub di Bali, Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton di Jakarta, kantor Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan aksi-aksi pemboman lainnya.
"Bahkan tempat ibadah pun juga tidak luput dari aksi pengeboman seperti bom bunuh diri di masjid Mapolresta Cirebon, masjid Istiqlal di Jakarta serta gereja yang ada di berbagai kota di Indonesia pada tahun 2000 silam," kata Suhardi Alius yang dalam karirnya dihabiskan di korps reserse Polri ini.
Pria yang pernah menjadi Kepala Divisi Humas Polri ini mengatakan, dari Studi dan pengumpulan data yang dilakukan oleh BNPT yang bekerjasama dengan Kementrian Perhubungan Darat, TNI/Polri, Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia dan Lembaga Daulat Bangsa menemukan bahwa sistem keamanan di berbagai obyek vital Terminal Darat dalam menghadapi ancaman terorisme belum benar-benar kondusif dan ampuh untuk menangkal kemungkinan terjadinya aksi terorisme yang menggunakan tempat-tempat tersebut sebagai target sasaran.
"Pada konteks inilah jika kita mencermati situasi di atas dan dihadapkan pada kondisi yang ada dewasa ini, maka diperlukan suatu upaya untuk membahas berbagai persoalan di atas dan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait dengan upaya ini dan dalam rangka mencapai tujuan kita yaitu pengamanan obyek vital dalam rangka pencegahan terorisme," papar pria kelahiran Jakarta 10 Mei 1962 ini.
Suhardi Alius mengatakan bahwa berbagai permasalahan terkait dengan prosedur, peralatan teknologi infrastruktur, dan kualitas Sumber Daya Manusia masih menjadi agenda besar yang harus diselesaikan oleh berbagai pihak terkait agar obyek-obyek vital Terminal Darat tersebut benar-benar mempunyai sistem keamanan yang bisa mencegah dari kemungkinan terjadinya serangan terorisme.
"Hal ini dilakukan semata-mata untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat dan menerapkan SOP terminal yang baik, sehingga nantinya dapat diharapkan memberikan kontribusi yang maksimal pada pelayanan kepada masyarakat," urainya.
Dikatakannya, terminal sebagai fasilitas umum juga harus memberikan layanan fungsi social dalam hal ini pengaturan perjalanan, tempat istirahat sementara, restorasi, parkir, taman, dan lain-lain. Fungsi sosial terminal yang tidak langsung adalah mendukung perkembangan wilayah melalui dukungan fasilitas sarana-prasarana transportasi darat untuk aktivitas transit penumpang.
"Tujuan dari penyusunan SOP ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum mengenai tata cara pengelolaan terminal yang komprehensif, menjelaskan pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab atas pihak-pihak yang aktif mempunyai kegiatan di terminal dan menjelaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang berkepentingan dalam suatu terminal jika terjadi ancaman terorisme," jelas mantan Kapolres Metro Jakarta Barat dan Depok ini.
Selain itu menurutnya, dalam implementasi sistem keamanan tersebut juga diperlukan kerjasama dengan seluruh komponen masyarakat, mengingat objek vital tersebut berperan penting dalam menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari.
"Mengingat penanggulangan teorisme bukan hanya tugas BNPT semata maupun tugas aparat keamanan saja, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen bangsa," tuturnya.
Turut hadir dalam acara tersebut yakni Wakil Gubernur Jawa Timur, M. Saifullah Yusuf, Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI I Made Sukadana, Kabinda Jawa Timur, Laksma TNI Teguh Prihantono dan perwakilan dari Kapolda Jatim dan Pasmar 1 Marinir.