TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Masih segar di benak kita bagaimana pasang surutnya mantan Menteri Badan Usaha Milik Daerah Dahlan Iskan dalam proyek mobil listrik.
Mimpi Dahlan menjadikan mobil listrik eksis harus kandas lantaran proyek ini dianggap beperkara di Kejaksaan Agung.
Proyek pengadaan 16 mobil listrik diduga merugikan negara senilai Rp 32 miliar di tiga BUMN.
Saat masih menjabat sebagai Menteri BUMN pada 2013 silam, Dahlan meminta PT BRI, PT Perusahaan Gas Negara, dan PT Pertamina untuk menjadi sponsor pengadaan mobil listrik guna mendukung KTT APEC di Bali.
Setelah proyek itu rampung dikerjakan, 16 mobil listrik berjenis electric microbus dan electric executive bus itu rupanya tak dapat digunakan karena tidak dibuat sebagaimana mestinya.
Mobil itu hanya diubah pada bagian mesin, sehingga fungsi mobil tidak optimal. Hasil uji di ITB menyatakan bahwa pembakaran bahan bakar di mesin tidak optimal dan mengakibatkan mesin cepat panas dan turun mesin.
Lolos kasus mobil listrik
Nama Dahlan pun tercantum dalam dakwaan tersangka dalam kasus ini, yaitu Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi.
Dasep telah divonis tujuh tahun penjara. Namun, saat vonis dibacakan pada 14 Maret 2016, hakim pengadilan tindak pidana korupsi menyatakan Dahlan Iskan terbukti tak terlibat dalam dugaan korupsi pengadaan mobil listrik.
Hakim menganggap, terlalu prematur jika menyebut bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama dengan saksi Dahlan Iskan.
Sebab, pengadaan 16 unit mobil listrik untuk konferensi APEC tersebut merupakan perjanjian yang disepakati oleh Dasep Ahmadi dengan tiga perusahaan yang bersedia menjadi sponsor, yaitu PT PGN, PT BRI dan PT Pertamina.
Kejagung masih mengincar
Mendengar vonis hakim yang menyatakan Dahlan tak terlibat, Kejaksaan Agung mengajukan banding. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah meyakini adanya keterlibatan Dahlan secara aktif dalam kasus tersebut.
"Apa kajiannya, mungkin saja tersangka. Karena kan dia tahu bikin mobil listrik yang bikin hasilnya tidak benar," ujar Arminsyah saat itu.