Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepulauan Riau serta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri mengadu kepada Wakil Presiden, Jusuf Kalla.
Para pengusaha itu bersama Kepala BP Batam, Hatanto Reksodiputro menghadap Wakil Presiden RI di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (2/11/2016).
Kedatangan mereka untuk membicarakan kebijakan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang dikeluarkan Badan Pengelola (BP) Batam.
Di hadapan Jusuf Kalla, mereka menyampaikan soal UWTO menurut versinya masing-masing.
Pertemuan selama satu jam itu berlangsung panas, karena masing-masing pihak mengklaim paling benar.
Menyikapi hal tersebut, Jusuf Kalla pun mencoba menengahinya.
"Tinggal disesuaikan, kalau tidak ini dinaikkan, ya yang ini yang dinaikkan." kata Jusuf Kalla disambut tepuk tangan.
Namun dalam pertemuan tersebut tidak ada titik temu.
Jusuf Kalla hanya mencatat masukan-masukan tersebut dan akan mempertimbangkannya.
UWTO adalah kebijakan yang dikeluarkan di era Kepala BP Batam yang baru.
Dengan kebijakan tersebut tarif sewa lahan di semua wilayah yang dikelola BP Batam sebagiannya naik ratusan kali lipat.
Pengusaha pun menjerit karena disuguhkan tarif yang terlalu tinggi.
Ketua Kadin Kepri, Ma'ruf Maulana usai mengadu ke Jusuf Kalla mengatakan bahwa kebijakan kenaikkan tarif itu tidak tepat.
Karena saat ini ekonomi Indonesia sedang melabat, termasuk ekonomi di Batam yang menyebabkan para pengusaha harus melakukan efisiensi.
"Intinya kita dari Kadin Provinsi Kepulauan Riau dan segenap elemen pengusaha, meminta secepatnya permasalahan di Batam diselesaikan," katanya.
Satu bukti dari kondisi ekonomi Batam yang melambat adalah tutupnya pabrik PT Sanyo Energy Batam.
Tutupnya pabrik tersebut membuat sekitar tiga ribu karyawannya menganggur.
Kasus tersebut menurut Mar'ruf Maulana bukanlah satu-satunya kasus di Batam.
Ketua Apindo Kepri, Cahya, dalam kesempatan yang sama menambahakan bahwa naikknya tarif mencapai ratusan kali lipat.
Ia mencontohkan ada hotel di Batam yang sebelumnya hanya mebayar Rp 130 juta untuk sepuluh tahun.
Dengan kebijakan UWTO, pengelola hotel harus membayar menjadi Rp 13 miliar perbulan.
Sehingga untuk sepuluh tahun, ia harus membayar Rp 130 miliar.
"Orangnya (pengelola hotel) mengatakan ke saya, Rp 13 miliar saja tidak mampu bayar, apalagi Rp 130 miliar. Dia sekarang masih cicil (utang) Bank, ini gimana solusinya,"ujar Cahya.