Fahri mengatkan amandemen 1945 memigrasi segala anasir otoriter yang berpotensi mengekang kebebasan befikir dan berekspresi masyarakat.
"Jadi salah tempat di era demokrasi ini kalau masih ada yang berpikir tentang makar," kata dia.
Menurutnya, Presiden naik dan jatuh diatur jalan keluarnya dalam konstitusi.
"Tak ada yang tidak diatur demi tertib sosial," ujar Fahri.
Selain itu, Fahri juga menjelaskan posisi dan tugas legislatif.
Ia menuturkan tidak ada fungsi pengawasan eksekutif pada legislatif.
Namun, yang memiliki fungsi pengawasan itu adalah legislatif.
"Fungsi pengawasan ini bisa di kantor DPR ataupun di luar kantor. Dan dalam menjalankan fungsinya tersebut tidak boleh ada yang menghalangi dan atau anggota DPR imun dari tuntutan," kata Fahri.
Hal itulah, kata Fahri yang menjadi alasan legislatif diberi hak imunitas oleh UUD 45.
Karena akan mengawasi kekuasan yang besar.
Menurut Fahri, pihak eksekutif bisa saja tidak rela diawasi lalu menggunakan kekuasaan untuk menjegal dan melawan pengawasan.
"Jadi ini bukan soal makar atau melawan, tapi soal pengawasan. Kalau memang bangsa ini menghendaki anggota DPR yang diam. Sebaiknya kita kembali ke sistem otoriter," ujar Fahri Hamzah.
Fahri tidak percaya kemajuan ekonomi yang hanya meletakkan manusia dalam mesin produksi.
Ia mengingatkan UUD 1945 adalah konstitusi manusiawi yang meletakkan manusia lebih penting dari apapun.
"OSebab itu pemerintahan Jokowi jangan lagi menggunakan kosa kata yang sudah hilang di era demokrasi ini," kata Fahri.