Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan chairman PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro sebagai tersangka.
Ia menjadi tersangka dalam kasus suap perkara Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhamad Syarif mengakui penetapan Eddy Sindoro sebagai tersangka berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
"Memang itu sudah ditandatangani. Tidak harus diumumkan semua kan seperti itu," kata Syarif di kantornya, Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Syarif mengakui penetapan Eddy Sindoro sebagai tersangka sudah diungkapkdn di persidangan.
Menurut Syarif, Jaksa telah mengatakan barang bukti dalam perkara Edy Nasution tetap disita untuk digunakan dalam perkara atas nama Eddy Sindoro.
"Itu kan kemarin sudah dikatakan di persidangan ya. Karena sudah dikatakan di persidangan bahwa sebagian yang disita itu adalah untuk dijadikan sebagai alat bukti untuk kasus yang lain seperti itu," ungkap Syarif.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada KPK Dzakiyul Fikri membenarkan adanya penyidikan baru dalam kasus dugaan suap terkait mantan petinggi Lippo Grup, Eddy Sindoro.
Eddy Sindoro diduga terlibat dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Menurut Dzakiyul, keterkaitan Eddy dalam perkara suap tersebut terungkap dalam keterangan saksi-saksi, barang bukti dan komunikasi yang diungkap di dalam persidangan.
KPK sebelumnya telah memanggil tiga kali berturut-turut Eddy Sindoro untuk diperiksa.
Namun, Eddy telah kabur ke luar negeri sebelum namanya disetorkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi untuk dicegah ke luar negeri.
Sebelumnya, Eddy Sindoro menugaskan bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti agar mengupayakan pengajuan Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media Tbk di Mahkamah Agung.
PT AAL dan PT Artha Pratama Anugrah merupakan anak usaha Lippo Group.
Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013, PT Across Asia Limited dinyatakan pailit.
Putusan tersebut telah diberitahukan oleh PN Jakpus pada 7 Agustus 2015.
Hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA.
Menindaklanjuti perintah tersebut, Hesti kemudian menemui Edy Nasution di PN Jakpus, pada Februari 2016.
Karena dijanjikan akan diberikan sejumlah uang, Edy akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya.
Pada 30 Maret 2016, berkas PK perkara PT AAL akhirnya diserahkan ke Mahkamah Agung.
Eddy Sindoro kemudian menyetujui pemberian uang tersebut dan meminta Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho (anak usaha Lippo Group), untuk menyiapkan uang.
Selanjutnya, disepakati imbalan bagi Edy Nasution sebesar Rp 50 juta.
Penyerahan dilakukan Doddy di Basement Hotel Acacia, Jakarta, pada 20 April 2016