TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami tagihan pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik sebesar 90 juta dolar AS atau setara Rp 1,2 triliun.
Tagihan pengadaan KTP elektronik oleh konsorsium pemenang tender ke subkontraktor ini seharusnya dibayarkan untuk mengurusi sistem informasi biometrik yang dilakukan PT Biormorf. Perusahaan tersebut disubkontrak oleh PT Quadra Solution.
"Ini juga kami sedang mencari tahu, kenapa mereka tidak bisa bayar. Apa jangan-jangan sudah terlanjur dibagi-bagi he-he-he," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (24/11).
Berdasarkan informasi yang diperoleh KPK, seluruh kontrak terkait pengadaan KTP elektronik sudah dibayar pemerintah. Namun, sekitar akhir 2015 atau awal 2016, Kemendagri menerima surat tagihan dari PT Biomorf bahwa masih ada 90 juta dollar AS yang belum dibayarkan.
"Mestinya dari pembayar yang dibayarkan oleh pemerintah itu membayar kepada subkon itu. Nah, saya tidak tahu persis, karena memang ada yang dibekukan oleh KPK kan, tapi tidak sebesar itu nilainya," ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya mengatakan, pemerintah dianggap masih memiliki utang kepada perusahaan asal Amerika Serikat yang disubkontrak oleh konsorsium pemenang tender proyek e-KTP.
Utang tersebut berjumlah 90 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,2 triliun.
"Begitu saya jadi menteri, saya dihubungi, 'Pak Menteri, kementerian Anda masih utang kepada saya'," kata Tjahjo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, menirukan perkataan orang yang menghubunginya.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan, tagihan sebesar 90 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,2 triliun terkait pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik telah diurus oleh konsorsium.
Ia menjelaskan, sekitar akhir 2015 atau awal 2016, Kemendagri menerima surat tagihan dari PT Biomorf bahwa ada sejumlah 90 juta dollar AS yang belum dibayarkan.
Biomorf merupakan perusahaan yang mengurusi sistem informasi penunggalan biometrik. Perusahaan tersebut disubkontrak oleh PT Quadra Solution.
"Saya merasa tidak ada kepentingan, saya menghubungi konsorsiumnya. Ya sudah mereka bilang akan diselesaikan. Mereka bilang 'Kami yang urus'," kata Zudan.
Pemerintah telah menggelontorkan dana untuk proyek KTP elektronik. Zudan mengatakan, seharusnya subkontraktor menagih uang pembayaran ke konsorsium.
"Konsorsium kemungkinan belum membayar ke subkontraktor ini," kata dia.
Terkait 110 juta data penduduk Indonesia dalam proyek KTP elektronik, Zudan yakin tak akan mudah disalahgunakan oleh pihak asing meskipun mereka memiliki data lengkap. "Ya enggak bisa. Kalau di-copy kan kelihatannya traffic-nya," kata Zudan.
Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalan Negeri, Irman, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik.
Irman sebelumnya merupakan pejabat eselon I dan memiliki jabatan sebagai Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik.
Selain Irman, KPK telah menetapkan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto sebagai tersangka.
Menurut KPK, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun. Adapun kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2,3 triliun. (tribunnews/eri k/nicolas manafe/kompas.com)