Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Kelompok yang diduga akan melakukan peledakan di depan Istana Merdeka dengan bom "rice cooker"atau penanak nasi Bintara Jaya, diyakini tidak bertujuan untuk melukai pejabat negara menurut pengamat terorisme, Ridlwan Habib.
Pasalnya bom tersebut sulit untuk menjangkau kawasan inti komplek istana bila diledakkan dari depan.
"Ini kan hanya untuk menimbulkan efek gentar atau syok bagi kita, pemerintah dan masyarakat umum," ujarnya saat dihubungi.
Keterangan dari Polisi yang disampaikan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar menyampaikan bahwa bom tersebut akan diledakan pada saat pergantian petugas jaga Paspampres pada hari Minggu. Ridlwan Habib menyebut pada peristiwa pergantian tersebut umumnya banyak masyarakat yang melihat. Tentunya bila bom diledakan jumlah korban sipil akan sangat banyak.
"Kelompok ini memonitor jadwal penggantian Paspampres, kalau bener bom mau diledakan di istana pada saat penggantian paspampres, berarti kel ini sadar dengan media massa, dia membaca peristiwa," katanya.
"Karena itu dia pilih simbol negara, aparat negara, Paspampres dan menimbulkan korban sipil. Karena pasti banyak korban sipil, di situ ada yang lagi swafoto, ada anak kecil juga," terangnya.
Kelompok yang ditangkap Polisi di Bekasi, Jawa Barat kemarin, Sabtu (10/12), diyakini sama seperti kelompok teror lainnya di Indonesia, yang menjadikan simbol negara seperti anggota Polisi maupun TNI sebagai target. Mereka juga tidak akan segan-segan melukai warga sipil, terlepas dari apapun agamanya, umur dan suku.
"Mereka tidak peduli apakah korbannya muslim, anak anak, karena dia ada di situ (saat kejadian peledakan), maka akan jadi korban. Ini era perang menurut mereka, asimetrik warfare (red: perang asimetris), kalau perang apapun yang mereka bisa dapatakan mereka gunakan," ujarnya.