TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Penasehat Hukum terdakwa kasus dugaan penistaan agama Trimoelja D Soerjadi menanggapi putusan praperadilan Buni Yani yang ditolak Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya setelah mem-posting tiga paragraf status dan video pidato Basuki atau akrab disapa Ahok yang dianggap menistakan agama di akun Facebook miliknya.
Atas perbuatannya, Buni terancam dijerat dengan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
"Hal ini menguatkan keyakinan Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika bahwa perkara yang disangkakan kepada Ahok adalah hasil provokasi dari Buni Yani dan diperberat dengan Tekanan Massa yang begitu hebatnya," katanya di Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Trimoelja mengutarakan kekecewaannya terhadap pernyataan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang terakhir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Sebab mereka menganggap terdakwa orang yang merasa benar sendiri karena menuntut kandidat lain agar adu program, bukan mengggunakan Surat Al-Ma’idah 51.
"Selayaknya Jaksa mengatakan hal yang bersifat baik bagi perkembangan demokrasi Indonesia. Jaksa sudah tidak pada tempatnya untuk mengatakan bahwa dalam pilkada tidak perlu adu program. Kalau tidak adu program, lalu adu apa?" kata Trimoelja.
Sebelumnya, Ahok tidak mempermasalahkan Jaksa Penuntut Umum menolak eksepsinya dalam persidangan ke dua di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Bahkan, dia mengaku sudah memprediksi hal tersebut akan terjadi.
Namun, dia menyayangkan pernyataan JPU yang menganggap dirinya selalu benar dan tidak pernah salah.
Sehingga seolah-olah upayanya untuk selalu melakukan debat soal visi misi dan program terhadap dua pasangan calon lainnya keliru.
"Jaksa mengatakan Ahok ini nganggep dia paling hebat. Maunya debat visi misi program nolak sara, bingung saya jaksa ngomong begitu. Jadi jaksa mengajari orang melanggar Undang-Undang pemilu dan Pilkada boleh menggunakan unsur sara. Aneh toh?" katanya di Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu, kemarin.
Ahok mengingatkan, dalam Undang-Undang Pilkada seharusnya masing-masing pasangan calon mengedepankan visi misi. 'Sehingga bila eksepsinya ditolak, mengesankan bahwa cara perpolitikan seperti itu keliru.
"Bagi Saya jaksa kemarin juga sesuatu yang agak ganjil ya. Kenapa ?Menurut saya ya tapi tunggu bagian hukumlah. Undang-Undang pemilu atau pilkada mengatakan calon hanya boleh berdebat visi misi program tidak boleh ada unsur sara," katanya.