TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar memastikan PT Freeport Indonesia tidak akan bisa melakukan kegiatan ekspor konsentrat jika tidak mengubah statusnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
"Freeport harus berubah dari KK (Kontrak karya) menjadi IUPK. Apakah mereka wajib mengubah diri menjadi IUPK? Tidak, kalau mereka tidak mau ekspor kosentrat-nya, maka mereka tetap dengan KK," tutur Arcandra di Jakarta, Sabtu (21/1/2017).
Sementara jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut ingin mendapatkan izin ekspor konsentrat yang telah dihentikan pemerintah sejak 12 Januari 2017, maka wajib mengubah statusnya menjadi IUPK.
"Kalau mau ekspor konsentrat, syarat utamanya mengubah diri jadi IUPK. Kedua, harus membangun smelter, ketiga harus divestasi 51 persen, keempat wilayah kerjanya akan sesuai ketentuan yaitu 25 ribu hektar," tutur Arcandra.
Menurut Arcandra, perubahan status KK menjadi IUPK memakan waktu 14 hari kerja, dimana Freeport telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada pemerintah terkait perubahan izin tersebut.
"Mereka mengajukan surat pemberitahuan ke pemerintah, mereka ajukan syarat begini, begitu" ucap Arcandra yang enggan menyebutkan mengenai syarat-syarat yang diajukan Freeport.
Sementara mengenai divestasi 51 persen saham, kata Arcandra, sudah ada jalurnya di dalam Peraturan Menteri ESDM yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
"Di Permen (Peraturan Menteri) tentang divestasinya ke siapa? Ada urut-urutannya, prioritasnya ke pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, baru swasta nasional dan terakhir lewat pasar modal (penawaran umum perdana saham/IPO)," papar Arcandra.