TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pendeta Gereja Iman Sejati Kaum Imanuel Minahasa, Max Evert Ibrahim Tangkudung laporkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab di Bareskrim Polri.
Dalam video yang beredar di sosial media, Rizieq diduga menyebarkan kebencian.
Baca: Gelar Unjuk Rasa, Massa Ini Tuntut Proses Hukum Rizieq Shihab Dihentikan
Awalnya, Max hendak melaporkan Rizieq di Mapolda Metro Jaya. Tapi, pihak Polda menyarankan agar Laporan Polisi dibuat di Bareskrim Polri.
Alasannya, tempat kejadian perkara berdasarkan barang bukti video yang berisi pernyataan Rizieq yang diduga mengancam membunuh para pendeta belum diketahui secara jelas.
Saat hendak laporkan Rizieq, Max didampingi kuasa hukum, dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Dua di antaranya, Petrus Salestinus dan Makarius Nggiri Wangge.
Baca: Alasan Polda Metro Menolak Laporan Seorang Pendeta Terkait Habib Rizieq
Selain melaporkan Rizieq, ucap Makarius, TPDI juga akan mengajukan permohonan perlindungan hukum dan keamanan kepada Polri agar kepolisian di seluruh Indonesia memberikan perlindungan hukum dan keamanan secara khusus kepada seluruh tokoh agama.
"Agar dalam melakukan tugas pelayanan kepada umatnya masing-masing tidak boleh terbebani oleh perasaan takut dan cemas," ujar Makarius melalui keterangan yang diterima, Kamis (26/1/2017).
Laporan TPDI selanjutnya diterima dan teregister dengan nomor LP/93/2017/Bareskrim tertanggal 26 Januari 2017 dengan terlapor Habib Rizieq Shihab.
Baca: Muhammadiyah Tegaskan Tak Undang Habib Rizieq ke Acara Internal di Surabaya
Rizieq disangka melakukan tindak pidana seperti dimaksud dalam pasal 156 KUHP jo Pasal 45 (a) UU ITE No. 19 Tahun 2016 yaitu ujaran kebencian dengan menggunakan informasi elektronik.
Laporan itu terkait dengan ucapan Rizieq yang mengancam pendeta.
Ucapan itu dimuat di media sosial Youtube.
Baca: Rizieq, Bachtiar Ali dan Munarman Diperiksa Polisi Pekan Depan Terkait Kasus Makar
Ucapan Rizieq ditengarai pelapor berpotensi menimbulkan kondisi anomali.
"Sebagai akibat dari beredarnya rekaman video melalui You Tube yang beredar secara masif yang apabila tidak dicegah maka berpotensi menimbulkan kondisi anomali, saling curiga bahkan mengarah kepada konflik horizontal," ucap Makarius.