TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat memastikan bahwa penangkapan hakim konstitusi Patrialis Akbar tidak akan mempengaruhi putusan uji materi nomor perkara 129/PUU/XII.
Saat ini, putusan terhadap uji materi Pasal 36 C ayat 1, Pasal 36 C ayat 3, Pasal 36 D ayat 1, Pasal 36 E ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, sudah final dan tidak akan dilakukan peninjauan kembali.
"Tidak ada (peninjauan kembali), putusan sudah final," ujar Arief dalam jumpa pers di Gedung MK, Jakarta, Jumat (28/1/2017).
Arief mengatakan, rencananya sidang putusan uji materi tersebut digelar pada Selasa (7/2/2017). Agenda itu sudah dijadwalkan oleh panitera tanpa melihat kasus Patrialis.
Dikutip dari laman http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/, disebutkan bahwa permohonan uji materi diajukan oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Teguh Boediyana, Mangku Sitepu, Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha, H Asnaw, dan Rachmat Pambudy.
UU tersebut mengatur perihal impor daging dan produk olahannya.
Dalam UU tersebut, Indonesia memberlakukan dua sistem untuk melakukan impor, yakni berdasarkan zona negara dan zona wilayah dalam suatu negara.
Pada sistem negara, proses impor bisa dilakukan apabila seluruh bagian negara (wilayah) telah dinyatakan bebas dari penyakit ternak dan produk olahannya.
Baca: KPK Pertimbangkan Jerat Perusahaan Penyuap Patrialis Akbar
Sementara itu, untuk sistem zona wilayah dalam satu negara, impor daging tetap bisa dilakukan meskipun wilayah lain dalam satu negara tidak dinyatakan bebas dari penyakit ternak dan produk olahannya.
"Ketentuan soal zonasi ini yang membuat pemohon merasa keberatan," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono.
Pemohon meminta agar ketentuan "zona dalam suatu negara" seperti yang diberlakukan saat ini bertentangan dengan UUD 1945.
Fajar mengatakan, pemohon khawatir jika negara boleh melakukan impor dari satu negara yang seluruh bagiannya tidak dianggap bebas dari penyakit ternak, maka ternak-ternak miliknya, atau ternak yang ada di Indonesia, akan tertular penyakit yang dibawa dari negara pengimpor.
"Makanya mereka menginginkan sistemnya negara saja. Kalau seluruh negara dinyatakan clear, di situ Indonesia boleh mengimpor," kata Fajar.