TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hanya ada dua pilihan ketika munculnya kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar.
Dua pilihan itu menurut Koordinator Forum Advokat Pengawal Konstitusi (FAKSI), Hermawi Taslim, yakni membubarkan MK atau melakukan ulang fit and proper test terhadap hakim-hakim MK yang ada saat ini.
Pasalnya OTT oleh KPK kepada Patrialis Akbar tidak hanya memalukan tetapi juga sekaligus meruntuhkan benteng hukum konstitusi yang kemudian mempertanyakan kembali keputusan-keputusan atas beberapa kasus oleh MK.
"Menurut FAKSI dengan munculnya kasus Patrialis Akbar hanya ada dua pilihan yakni membubarkan MK atau melakukan ulang fit and proper test terhadap hakim-hakim MK yang ada saat ini," ujar Hermawi Taslim kepada Tribunnews.com, Senin (30/1/2017).
Hal ini mengingat bahwa keputusan di MK tidak berdiri sendiri dan patut diduga ada keterlibatan hakim lain sehingga terjadi OTT.
“Kami prihatin atas kasus tersebut, karena MK adalah institusi tertinggi dalam kaitannya dengan perundang-undangan atau peraturan di Indonesia. Jika hakim MK melakukan tindakan tidak terpuji, maka patut dipertanyakan keputusan atas kasus-kasus yang terdahulu. Sekalipun kita tidak boleh berpraduga tetapi dengan kasus ini, patut diduga ada banyak permainan di MK,” ujar Hermawi Taslim.
Oleh karena itu, menurut Taslim, langkah yang harus segera dilakukan adalah melakukan tes kepatutan dan kemampuan kembali kepada 8 (delapan) hakim konstitusi yang sekarang. Ini cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mengembalikan citra MK.
“Sudah dua kali KPK melakukan OTT terhadap hakim MK. Yang pertama adalah Akil Mochtar yang Ketua MK pada waktu itu. Sekarang Patrialis Akbar yang selama ini kita tahu bagaimana sepak terjangnya. Bagaimana hakim MK bisa melakukan pengkhianatan atas sumpah dan martabatnya sendiri,” kata Taslim.
Taslim menyadari bahwa dibutuhkan waktu cukup lama bagi MK dan bangsa Indonesia untuk saling percaya lagi.
Meski demikian, Koordinator FAKSI itu menyatakan, patut dipertanyakan juga kasus-kasus yang sudah diputuskan apakah tidak dilatarbelakangi oleh permainan kotor seperti yang sekarang dilihat.
“Dalam pengambilan keputusan suatu perkara, seorang hakim tidak pernah bersifat personal melainkan melalui sistem panel yang melibatkan 3 hakim dan kemudina dilanjutkan dengan pleno seluruh hakim MK. Jadi ada berbagai pertanyaan yang muncul dengan adanya kasus OTT terhadap Patrialis Akbar,” ujarnya.
Kalau hakim lain tidak terlibat, Taslim menjelaskan lebih lanjut, artinya sebenarnya sudah diketahui keputusan yang akan diambil atau sudah diambil tetapi belum diputuskan secara formal. Jika demikian adanya, itu berarti Patrialis Akbar melakukan tindakan tidak terpuji mengambil keuntungan diri sendiri dengan mempermainkan “keputusan” yang sudah diambil.
“Apakah hakim lain tidak terlibat ? Ini yang harus didalami. Kita tidak bisa berandai-andai meskipun secara logika kita bisa melihat banyak kemungkinan yang terjadi dari kasus ini. Yang jelas adalah, Bangsa Indonesia menginginkan MK bukan menjadi sarang mafia berbaju malaikat. Gampang koq itu menelusuri dari kasus-kasus yang sudah diputuskan,” ujar Taslim.