Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Ketua DPD RI Irman Gusman keberatan dituntut pidana penjara tujuh tahun oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail tuntutan tersebut dinilai terlalu tinggi dan tidak sesuai fakta persidangan.
"Menurut hemat kami, ini tuntutan yang berlebihan."
"Misalnya dikatakan tadi yang terbukti ada pengakuan Pak Irman dalam keterangan sebagai saksi dan keterangan itu sudah dicabut," kata Maqdir Ismail di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Maqdir mengatakan klienya tidak bisa dihukum karena keterangan tersebut telah dicabut.
Maqdir juga menyesalkan tuntutan jaksa agar majelis hakim mencabut hak politik Irman Gusman.
Menurut Maqdir, hak yang bisa dicabut pengadilan adalah hak yang diberikan pemerintah.
Sementara hak politik, kata dia, adalah hak asasi manusia.
"Sementara ini hak politik didapatkan seeseorang sebagai hak asasi diberikan UUD," katanya.
Menurutnya pencabutan hak poltik perle segera mendapatkan koreksi.
"Saya kira ini yang harus dikoreksi segera secara baik meskipun hak politik ini dicabut hanya tiga tahun. Bukan itu persoalannya bukan itu esensinya," kata Maqdir.
Sebelumnya, Irman Gusman dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.
Irman dinilai terbukti menerima suap Rp 100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi.
Jaksa juga menuntut agar hakim mencabut hak politik Irman Gusman selama tiga tahun.
Irman diduga menggunakan pengaruhnya untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik kepada CV Semesta Berjaya.