TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie menilai saat ini tumbuh kembangnya demokrasi di Indonesia terancam oleh masifnya pengaruh pemilik modal yang memanfaatkan gelanggang politik untuk kepentingan pribadi.
Ia menilai masifnya campur tangan pemilik modal dalam politik pada akhirnya menyingkirkan aspirasi rakyat dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Akibatnya kebijakan yang dikeluarkan banyak yang menguntungkan pemilik modal yang punya relasi kuat di dunia politik.
"Ini lucunya agak mirip di zaman totaliter ala Hitler. Kalau dulu penguasa publik menguasai semua urusan privat. Sekarang terbalik, penguasa privat menguasai semua urusan publik," kata Jimly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2017).
"Jadi intinya sama-sama ada satu tangan yang menguasai dan bisa mengatur urusan orang banyak. Kalau ini dibiarkan terus bisa-bisa one day, there is no democracy," lanjut Jimly.
Karena itu, kata Jimly, perlu dibuat pengaturan mengenai keterlibatan pengusaha dalam politik. Jika tidak, demokrasi tak akan berlangsung sehat.
"Perlu dipisah antara korporasi dan politik. Pengusaha kalau mau berpolitik silakan tapi semestinya melepas atribut usahanya," ucap Jimly.
"Karena pemilik modal ini kan dia bisa bikin media dan mempengaruhi publik dari situ. Ke depan korporasi, politik, dan media juga harus dipisah. Sembari pemerintan mencari formulasi pendanaan partai," lanjut Jimly. (Rakhmat Nur Hakim)