TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPP Partai Demokrat menyesalkan aksi unjuk rasa ke kediaman Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kabarnya dilakukan sejumlah mahasiswa.
Juru bicara DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik, mengatakan mantan Presiden dilindungi Undang-undang (UU) yang juga berlaku pada presiden-presiden RI yang lain.
"Padahal, apabila mahasiswa bermaksud melakukan protes, aksi bisa dilakukan di kantor DPP Partai Demokrat. Kami terbuka pada dialog dan mengakui unjuk rasa damai adalah hak konstitusional kita semua," kata Rachland dalam keterangannya, Senin (6/2/2017).
Siang tadi, SBY berkicau di twitter tentang kediaman pribadinya yang baru saja digeruduk aksi unjuk rasa oleh sekelompok 'mahasiswa'.
Baca: SBY: Saya Hanya Meminta Keadilan, Soal Keselamatan Jiwa, Saya Serahkan kepada Allah SWT
Rumah yang digeruduk milik SBY yang baru diberikan oleh pemerintah atas nama negara di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan.
Letaknya tepat di belakang Kedutaan Besar Qatar.
Rachland mempertanyakan kenapa aparat hukum terlambat datang dan gagal melakukan langkah preventif, mengingat info demo ke kediaman SBY sudah beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir.
"Infonya, pelaku demo adalah mahasiswa yang melakukan pertemuan di Cibubur," ujar Rachland Nashidik.
Dia lalu mempertanyakan apakah kelambanan aparat hukum dan kegagalannya mengambil tindakan preventif tersebut adalah buah dari inkompetensi atau kesengajaan membiarkan?
"Apakah polisi unable atau unwilling menjalankan tugasnya melindungi presiden keenam RI? Kapolri perlu memberi penjelasan," katanya.
Karena itu, dia mengecam siapapun aktor politik yang menipu dan memanipulasi para mahasiswa demi kepentingan dan tujuan politik jangka pendek.
"Adalah fakta bahwa sebagian besar mahasiswa yang diajak berdemo tadi tidak mengetahui bahwa rumah yang mereka datangi adalah kediaman Presiden keenam RI,' ujarnya.
Rachland menyerukan kepada mahasiswa untuk lebih berhati-hati menjaga dirinya dari godaan politik partisan yang sengaja menyeret mereka ke dalam konflik politik kekuasaan.