News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Ahok

Fadli Zon: Kalau Ada yang Melakukan Penyadapan Ilegal, Jelas Itu Kriminal

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bertempat di ruang kerjanya, Fadli menerima delegasi HIMA Persis, Senin (10/10/2016).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai isu penyadapan sedianya tidak perlu dibesar-besarkan.

Namun, dia mengingatkan bahwa penyadapan tidak bisa dilakukan sembarangan.

Menurut Fadli, penyadapan bisa saja dilakukan jika sesuai aturan.

Hal ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 20/PUU-XIV/2016.

MK memutuskan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca: Prabowo Subianto: Saya Tahu Kalau Saya Juga Disadap

Baca: Ingin Periksa SBY, Demokrat Nilai Keinginan Pengacara Ahok Berlebihan

Baca: Luhut: Tidak Ada yang Beking Sadap Sini Sadap Sana, Kampungan Itu

Berdasarkan putusan tersebut, menurut Fadli, perlu dipahami bahwa penyadapan bisa dilakukan namun ata permintaan aparat penegak hukum.

Jika tidak, penyadapan yang dilakukan adalah ilegal dan dikategorikan sebagai perbuatan kriminal.

"MK sudah ambil satu keputusan bahwa itu tidak bisa dijadikan alat bukti dan itu menjadi kriminal. Kalau ada yang melakukan penyadapan ilegal, jelas itu kriminal. Ini merusak demokrasi dan HAM," kata Fadli di Jakarta, Senin (6/2/2017).

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono merasa komunikasinya di telepon disadap.

Perasaan SBY itu muncul sebagai reaksi atas fakta persidangan kasus Basuki Tjahaja Purnama yang disangka menodai agama.

Dalam persidangan, tim pengacara Ahok mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara SBY dan Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin. Hal itu yang ditanyakan pengacara kepada Ma'ruf yang dihadirkan sebagai saksi.

"Apakah pada hari Kamis, sebelum bertemu paslon (pasangan calon) nomor satu pada hari Jumat, ada telepon dari Pak SBY pukul 10.16 WIB yang menyatakan, pertama, mohon diatur pertemuan dengan Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU. Kedua, minta segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama?" kata Humphrey Djemat, salah satu pengacara Ahok kepada Ma'ruf.

Tim pengacara merasa tidak pernah menyebutkan bahwa bukti yang dimiliki berupa rekaman atau transkrip percakapan. Bisa saja, menurut tim pengacara, berupa kesaksian. Tim pengacara tidak akan mengungkap wujud bukti yang dimiliki selain di pengadilan.

Penulis : Fachri Fachrudin

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini